NEWS & PUBLICATION

Menjadi Pers yang Profesional

31/08/2009 Uncategorized

Menjadi Pers yang Profesional

Menjadi pers yang profesional terbukti sebagai suatu pekerjaan yang dilematis. Di satu sisi, jurnalis harus menyampaikan informasi lengkap kepada publik, terutama dengan adanya kebebasan pers dalam mengakses informasi, namun di sisi lainnya, jurnalis juga

Peserta diskusi ?Etika Pers dalam Meliput Terorisme?.
 

Menjadi pers yang profesional terbukti sebagai suatu pekerjaan yang dilematis. Di satu sisi, jurnalis harus menyampaikan informasi lengkap kepada publik, terutama dengan adanya kebebasan pers dalam mengakses informasi, namun di sisi lainnya, jurnalis juga harus menjaga kebebasan mereka sehingga mereka tetap bertanggung jawab dan terlihat profesional.

Hal menarik ini dibahas pada hari Kamis, 27 Agustus di diskusi yang berjudul ?Etika Pers dalam Meliput Terorisme? di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih. Diskusi ini diadakan oleh Dewan Pers berkaitan dengan kejadian pemboman di hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton (17/07) dan serangan polisi terhadapa tersangka yang diduga sebagai Noordin M. Top.

Semua peliputan ini tentu agar masyarakat bisa mendapatkan informasi. Seperti yang telah diketahui, Indonesia adalah negara demokrasi di mana pilar keempat pemerintahan terletak di pers sehingga pers harus dapat menyediakan informasi yang transparan untuk menghindari impresi di mana masyarakat merasa dibodohi karena tertahannya informasi tertentu.

Pertanyaannya adalah apakah jurnalis media elektronik harus selalu mengikuti prinsip dasar dari profesinya yaitu ?Apakah ini sesuai untuk dijadikan berita?? atau jurnalis media cetak ?Apakah ini sesuai untuk diterbitkan?? Sebenarnya tidak sulit untuk menilai informasi mana yang pantas untuk disebarluaskan karena semuanya sudah tersusun dalam lima fungsi pers, etika jurnalis, dan standar penayangan, namun apakah semua reporter tahu dan mengerti panduan akan profesi mereka?

Menurut penilitan, ?Sebanyak 85% jurnalis Indonesia yang langsung terjun ke tempat kejadian tidak tahu atau tidak mengerti sepenuhnya fungsi pers, kode etik jurnalisme, dan standar penayangan. Hal ini sangat disayangkan karena pekerjaan jurnalis berkaitan erat untuk pemenuhan hak publik untuk menerima informasi yang akurat. Bila reporter melakukan ?kesalahan? dalam menyampaikan informasi maka yang paling terkena dampaknya adalah masyarakat? kata Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara, dalam diskusi ini.

Menyinggung liputan berita mengenai penangkapan teroris yang ditayangkan dengan gencar di salah satu stasiun TV, menurut Leo, liputan berita tersebut sah, namun tidak perlu ditayangkan berhari-hari karena bisa dijadikan alat untuk para teroris dalam menyebarkan rasa takut di masyarakat. Media massa tanpa disadari telah mendukung tujuan teroris yaitu menciptakan rasa takut kepada penduduk dengan ekspos berita yang terus menerus diulang. (cyn)
 
UPH Media Relations