NEWS & PUBLICATION

Seminar Hasil Penelitian Fakultas Hukum UPH

07/09/2010 Uncategorized

Seminar Hasil Penelitian Fakultas Hukum UPH

Kekhawatiran akan lemahnya keputusan Mahkamah Agung akan kasus korupsi di Indonesia menjadi titik awal penilitian oleh tim dosen dari Fakultas Hukum UPH

(kiri – kanan) Jamin Ginting, Udin Silalahi, Christine Susanti, Henry P. Panggabean, Robertus Robert, Wijayanto

Kekhawatiran akan lemahnya keputusan Mahkamah Agung akan kasus korupsi di Indonesia menjadi titik awal penilitian oleh tim dosen dari Fakultas Hukum UPH yang berjudul ?The Integrity of Supreme Court Judges in the Verdicts of Corruptions as Criminal Offenses in Indonesia? (Integritas Hakim Mahkamah Agung dalam Mengambil Keputusan Kasus Korupsi sebagai Tindak Pidana di Indonesia).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Agung tidak konsisten dalam mengatasi dan menyelidiki kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Hukuman yang diberikan bagi terdakwa, baik itu hukuman kurungan maupun denda, tidak diberikan secara maksimal. Keputusan yang dijatuhi oleh para hakim lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan dari jaksa penuntut. Hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera bagi para terdakwa. Mereka juga tidak memikirkan kerugian yang dialami negara ataupun kompensasi atas kerugian tersebut. Selain itu, hakim Mahkamah Agung juga telah dipengaruhi oleh faktor di luar lingkup hukum dalam pengambilan keputusannya seperti umur, posisi, institusi dan tempat tinggal terdakwa.

Hasil penelitian dibahas di seminar ?The Analysis on Supreme Court Judges? Integrity in the the Verdicts of Corruptions as Criminal Offenses in Indonesia? (Analisa Intergritas Hakim Mahkamah Agung dalam Mengambil Keputusan Kasus Korupsi sebagai Tindak Pidana di Indonesia) yang diadakan di UPH, Lippo Village pada hari Kamis, 19 Agustus 2010. Tim yang dipimpin oleh Dr. Jur. Udin Silalahi, SH.LLM, yang sekarang juga merupakan dosen hukum dan Kepala Editor Journal Law Review ? UPH Law Faculty (Jurnal Tinjauan Hukum ? Fakultas Hukum UPH), memiliki dua anggota di dalamnya yaitu Jamin Ginting, SH.MH. dan Christine Susanti, SH.Mhum. Untuk menjawab pertanyaan penelitian akan konsistensi hakim Mahkamah Agung dalam menyelediki dan menutup kasus korupsi, penelitian yang berlangsung selama dua bulan ini menggunakan metode hukum normative, didukung dengan data sekunder putusan tertulis, catatan legal proses putusan, putusan para hakim serta dokumen legal lainnya. Analisa data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan 20 kasus putusan Mahkamah Agung sebagai contoh kasus.

Dalam kesempatan ini, Dr. Sukron Kamil (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) sebagai moderator, mendatangkan tiga narasumber: SH., MH. ? mantan hakim Mahkamah Agung ? yang sekarang aktif sebagai pengacara dan dosen di Fakultas Hukum UPH; Robertus Robert ? Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pendidikan Demokrasi/P2D; dam Wijayanto, MPP ? perwakilan dari TIRI, untuk memberikan gambaran tentang hasil penelitan yang sedang dibahas.

Dr. Henry P. Panggabean mengatakan integritas para hakim harus merujuk pada dua hal yang mendasar yaitu: konsep dan penerapan. Ia merujuk pada tiga perbatasan kemandirian hakim dari J.Djohansyah yaitu peraturan undang-undang, integritas dan etika profesi sebagai dasar konsep. Sementara itu, dasar penerapan merujuk pada 3 elemen standar dari putusan kasus oleh para hakim dari Mertokusumo. Ketiga elemen tersebut adalah kejelasan hukum, keuntungan serta keadilan dan kelayakan. Pada akhir diskusi, Panggabean memberikan beberapa saran seperti perlunya mencegah kasus korupsi, mengadakan pelatihan dan pengaturan di tingkat Pengadilan Tinggi, dan perlunya menerapkan pelatihan dan pengaturan untuk para hakim dengan menggunakan sistem nilai.

Sementara itu, dua pembicara lainya, Wijayanto dan Robertus Robert mengatakan untuk saat ini tidak ada tolak ukur pasti yang dibuat sebagai standar integritas. Namun, praktik hukum dalam kasus-kasus korupsi bisa digunakan sebagai salah satu standar. Meningkatnya kasus korupsi merupakan tanda akan rendahnya integritas maupun sebaliknya. Selain itu, faktor lainnya yang menjadi faktor pendukung untuk integritas adalah kejelasan ? seberapa jelas seorang hakim Mahkamah Agung ketika mengambil putusan dalam sebuah kasus. Faktor selanjutnya adalah ? dengan kerangka demokrasi saat ini ? adalah seorang hakim Kejaksaan Agung seharusnya tidak hanya memenuhi kewajiban profesionalnya, namun juga untuk membentuk ?kepercayaan publik?. Dan lagi, ia harus mengurus 70-90 kasus berbeda setiap bulannya. Berdasarkan faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya, kedua pembicara setuju akan hasil penelitian yang berakhir dengan konklusi bahwa hakim Kejaksaan Agung tidak konsisten dalam menghadapi kasus korupsi.

Seminar ini dihadiri oleh praktisi hukum seperti perwakilan dari Pengadilan Tinggi Banten, hakim spesialisasi korupsi, dan Komisi Yudisial serta para akademisi hukum. Para peserta menghargai penelitian ini dengan kritik yang membangun, terutama di metode penelitian dan analisa putusan hakim. Selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dan diharapkan penelitian ini akan berguna untuk kebutuhan hukum ke depannya. (feb)

 

 

UPH Media Relations