08/07/2015 Uncategorized
Hubungan Internasional (HI) UPH menyelenggarakan seminar yang merupakan rangkaian proyek penelitian yang telah ditandatangani sebelumnya
Bekerja sama dengan Pusat Perdagangan dan Investasi Internasional UPH dan didukung oleh Kementerian Luar Negeri, jurusan Hubungan Internasional (HI) UPH menyelenggarakan seminar yang merupakan rangkaian proyek penelitian yang telah ditandatangani sebelumnya. Seminar yang mengangkat topik ?Tantangan Diplomasi Ekonomi Indonesia Abad 21? ini diadakan pada Jumat, 3 Juli 2015 di Gedung D lt.1 UPH.
Seminar ini menampilkan para ahli sebagai pembicara yaitu Duta Besar (Dubes) Soemadi Brotodiningrat, Mantan Dubes Indonesia untuk Amerika, Jepang dan Organisasi Internasional, Dubes I Gede Ngurah Swajaya, Dubes Indonesia Pertama untuk ASEAN dan Ketua Pelaksana Harian Kelompok Kerja Diplomasi Ekonomi Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Dr. Makmur Keliat, Dosen Senior HI Universitas Indonesia. Prof. Aleksius Jemadu, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPH sekaligus sebagai moderator seminar dan bertindak sebagai pembahas bersama dengan Susy Tekunan, M.A., MBA., Ketua Jurusan HI UPH.
Dubes Soemadi mengutarakan bahwa Indonesia sedang mengalami banyak sekali tantangan ekonomi baik dari dalam maupun luar. Dalam dunia sekarang ini, negara-negara tidak hanya memfokuskan perdagangan di sektor barang, namun juga di berbagai aspek lain seperti jasa, hak kekayaan intelektual, lingkungan dan lain-lain. ?Dalam menangani masalah ini, Indonesia beserta beberapa negara lain dalam forum Internasional yang berbeda mengahadapi apa yang disebut sebagai fenomena ?spaghetti bowl?, tegas Dubes Soemadi. Ia juga menekankan pentingnya kepentingan nasional menjadi alasan utama dibalik setiap tindakan, terutama diplomasi ekonomi Indonesia.
Selanjutnya, Dubes Ngurah membagikan optimismenya tentang potensi ekonomi Indonesia, namun ia setuju bahwa Indonesia menghadapi banyak tantangan. ?Menurut saya para diplomat dari kemlu telah melakukan pekerjaan yang sangat mengesankan dalam memasarkan Indonesia, namun tantangan utama justru bergantung pada masalah domestik seperti birokrasi perijinan, lisensi yang tumpang tindih, tata pemerintahan yang baik dan kebijakan yang tidak stabil?, ujar Dubes Ngurah. Ia menegaskan bahwa perubahan pola pikir masyarakat Indonesia menjadi negara yang ?export-oriented? daripada sebagai negara yang anti impor sangat mustahak dalam mengatasi dan memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia.
Dr. Makmur Keliat juga memberikan pandangannya untuk masalah ini. Ia mengingatkan bahwa ada tiga ide utama dalam diplomasi yaitu Grotian, Machiavelian, dan Kantian. Ketiga hal ini harus dikombinasikan dan digunakan secara strategis untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia melalui diplomasi ekonomi. Dr. Makmur juga menekankan pentingnya sumber daya manusia dalam membangun sebuah negara. ?Sebuah negara dapat hancur secara fisik, namun jika masyarakat kuat, akan menjadi sangat mudah bagi sebuah negara untuk memperoleh kembali posisi mereka di dunia internasional. Negara Jerman melakukannya dua kali, semua karena sumber daya manusianya?, kata Dr. Makmur.
Meresponi para pembicara, Susy Tekunan menyebutkan bahwa dunia saat ini sudah berubah. Diplomasi saat ini tidak lagi digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik melalui sarana ekonomi, tetapi dapat digunakan untuk tujuan ekonomi juga. Prof. Aleksius menyoroti pentingnya koordinasi antar kementerian untuk mencapai kepentingan nasional. ?Struktur kabinet yang berlaku saat ini, dimana adanya pemisahan antara Kementerian Perdagangan dan Luar Negeri, bukanlah hal yang buruk asalkan kebijakan yang ada dapat terorganisasi dengan baik dan koordinasi antar kementerian oleh lembaga superior tercapai. Masalah terjadi ketika Indonesia tidak memiliki grand design dalam diplomasi ekonomi?, ujarnya.
Seminar ini dihadiri oleh 80 peserta dari latar belakang yang berbeda, yaitu pelajar, akademisi, Kemlu dan para peneliti.(HI/fc)
UPH Media Relations |