NEWS & PUBLICATION

UPH CITI Menyelenggarakan Seminar “Indonesia Raw Mineral Export Ban”

23/09/2015 Uncategorized

UPH CITI Menyelenggarakan Seminar “Indonesia Raw Mineral Export Ban”

Center for International Trade and Investment (CITI) mengadakan serangakaian seminar sebagai bagian dari program penjangkauan CITI untuk membahas isu-isu hukum dan kebijakan Indonesia

Feitty Pandjaitan, CITI Senior Fellow Researcher memberikan seminar tentang Indonesian Minerals Export Ban 

 

Center for International Trade and Investment (CITI) mengadakan serangakaian seminar sebagai bagian dari program penjangkauan CITI untuk membahas isu-isu hukum dan kebijakan Indonesia saat ini terkait dengan perdagangan internasional. Seminar pertama dari program tersebut diadakan pada 16 September 2015,  di kampus UPH UPH Executive Education Center, Semanggi, Jakarta. Seminar difokuskan pada larangan ekspor mineral mentah saat ini di Indonesia dan tantangan pada WTO. Seminar ini dihadiri para peserta dari berbagai latar belakang, termasuk perwakilan dari ASEAN, kedutaan Perancis dan Swiss, Uni Eropa – Trade Cooperation Facility Indonesia dan sejumlah firma hukum lokal dan universitas. Larangan ekspor telah menjadi fokus dari penelitian terbaru CITI, yang dipimpin oleh Peneliti Senior Feitty Eucharisti yang berbagi gambaran penelitiannya dengan peserta seminar dan memfasilitasi dialog setelah itu.

 

Dalam makalah ?The Indonesian Raw Mineral Export Ban: Is the Country Shooting Itself in the Foot??, Feitty menganggap sejarah hukum pertambangan di Indonesia sebagai konteks untuk hukum saat ini dan mengeksplorasi isu-isu hukum WTO terkait dengan pembatasan kuantitatif, pembebasan potensi untuk hukum Indonesia di bawah GATT, serta kemungkinan alternatif untuk larangan ekspor mineral mentah yang menjaga tujuan larangan tersebut sambil memastikan konsistensi WTO. Analisisnya menunjukkan bahwa negara itu mungkin memang akan ‘menembak dirinya di kaki,’ sejalan dengan sulitnya larangan ekspor mineral mentah untuk dipertahankan di WTO serta kurang memadainya bukti bahwa larangan tersebut memberikan kontribusi untuk pertumbuhan ekonomi.

 

Perwakilan dari Kedutaan Swiss dan Perancis di antara peserta

 

Dalam menjelaskan alasannya, Feitty terutama mengeksplorasi dua artikel yang relevan dari GATT: Pasal XI pada penghapusan pembatasan kuantitatif dan Pasal XX pada pengecualian umum. Ia menjelaskan bahwa kasus seperti Jepang – Semi Konduktor dan China – Mineral Mentah, walaupun tidak faktual identik, mengarah pada berbagai kebijakan pembatasan ekspor yang membuat pembelaan Indonesia terhadap larangan yang awalnya sukses menjadi diragukan. Demikian pula, pengecualian umum dalam Pasal XX GATT akan sulit untuk diselenggarakan mengingat akan adanya tantangan untuk membuktikan ‘keharusan’ dari penerapan yang berdampak besar dari larangan ekspor mineral mentah tersebut. Pendapat ini menimbulkan pertanyaan menarik dari peserta seminar.

 

Peserta berdiskusi setelah seminar

 

Salah satu peserta mengangkat pertanyaan apakah aspek persyaratan nilai tambah dari larangan ekspor mineral mentah juga bisa ditantang di bawah TBT dan menyatakan bahwa kata-kata dari Pasal XI: 1 GATT bisa dikatakan luas. Peserta lain mendebatkan argumen yang berkata bahwa ekspor mineral mentah yang dikendalikan dapat meningkatkan daya saing internasional Indonesia, dan menambahkan bahwa pembeli hanya akan beralih ke pasar lain yang memberikan kepastian pasar. Hal ini diikuti oleh pertimbangan akan keunikan Indonesia untuk mineral mentah langka tertentu dan pertimbangan akan pendekatan yang lebih bernuansa untuk mengatur ekspor mineral mentah. Peserta lain ingin tahu tentang respon dari sektor swasta terhadap larangan ekspor dan mengangkat pertanyaan mengenai vitalitas jangka panjang larangan bawah, perlahan tapi pasti dengan tekanan dari sektor ini. UPH CITI berharap seminar ini dapat dilaksanakan lebih baik lagi ke depannya dalam usahanya untuk mempertahankan reputasi penelitian berkualitas dan kolaborasi  yang bermakna. (citi)

 

UPH Media Relations