25/09/2025 Medical Sciences
Di tengah laju inovasi teknologi yang semakin pesat, sektor kesehatan menjadi salah satu bidang yang mengalami transformasi paling signifikan. Dua terobosan besar yang kini memainkan peran kunci adalah Artificial Intelligence (AI)dan bioinformatika. AI memungkinkan tenaga medis menganalisis data klinis dalam jumlah besar dengan cepat dan akurat—mulai dari mempercepat proses diagnosis, memprediksi risiko penyakit, hingga memberikan rekomendasi perawatan yang lebih tepat. Sementara itu, bioinformatika hadir sebagai solusi untuk mengelola data biologis berskala besar, termasuk informasi genom, sehingga riset dan pengembangan terapi dapat dilakukan secara lebih personal dan terarah. Sinergi kedua teknologi ini tengah membentuk wajah baru dunia kesehatan. Pertanyaannya, bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan AI dan bioinformatika untuk menjawab kompleksitas sistem kesehatan sekaligus meningkatkan kualitas layanan medis?
Untuk menjawab tantangan sekaligus menggali potensi teknologi tersebut, College of Health Sciences Universitas Pelita Harapan (UPH) menggelar Health Sciences National Conference 2025 pada 18 September 2025 di Auditorium Fakultas Kedokteran UPH, Lippo Village, Karawaci. Mengusung tema “Future of AI and Bioinformatics: Driving Excellence in Indonesian Healthcare”, konferensi ini dihadiri oleh lebih dari 500 peserta, yang berasal dari berbagai afiliasi, seperti mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) UPH, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UPH, Fakultas Psikologi (FPsi) UPH, serta peneliti, praktisi, dan akademisi yang bergerak di bidang AI, bioinformatika, maupun kesehatan secara umum. Partisipasi juga datang dari universitas dan lembaga ternama, seperti Universitas Indonesia, Sampoerna University, Universitas Katolik Parahyangan, Eka Hospital, Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN), serta Siloam Hospitals.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Dr. dr. Eka Julianta Wahjoepramono, Sp.BS(K), Ph.D., selaku Dekan FK UPH, menegaskan bahwa pemahaman dan pemanfaatan teknologi AI adalah sebuah keniscayaan.
“Kenapa kita bicara AI? Karena semua sekarang menggunakan AI. Hidup di era ini berarti mau tidak mau kita harus bisa menggunakannya, dan teknologi ini harus dapat dinikmati semua orang,” ujarnya.
Prof. Eka mencontohkan penerapan AI di bidang bedah saraf (neurosurgery) yang kini mendukung berbagai tindakan medis penting. Mulai dari robotic-assisted biopsy dan tumor removal untuk kasus limfoma pada sistem saraf pusat, robotic-assisted endoscopic lumbar stabilization dan laminectomy decompression dengan tingkat presisi 100% dalam pemasangan sekrup tulang belakang, hingga tindakan darurat berupa robotic-assisted evacuation hematoma yang memungkinkan pengambilan darah secara cepat dan tepat.
“Di neurosurgery, diagnosis memang perlu dilakukan oleh otak manusia, tetapi untuk tindakan selanjutnya kita dapat manfaatkan AI. Untuk itu kita harus pelajari dan gunakan AI,” tegas Prof. Eka.
Peluang dan Tantangan Implementasi AI di Indonesia
Suasana seminar kian hangat ketika dua pakar AI naik ke panggung: Nugraha Priya Utama, Ph.D., Director of Center for Artificial Intelligence ITB, dan Dr. Rizaldi Sistiabudi, Dekan Faculty of AI UPH. Keduanya mengajak peserta melihat langsung bagaimana kecerdasan buatan mulai mengubah wajah dunia kesehatan Indonesia.
Nugraha membuka paparannya dengan fakta yang cukup mencemaskan: rasio pasien-dokter di Indonesia masih 1:2100, jauh dari ideal. Ia juga menyoroti celah besar dalam diagnosis penyakit kritis seperti kanker paru dan payudara, yang menegaskan pentingnya peningkatan akurasi pemeriksaan.
Baginya, kehadiran AI adalah jawaban atas kesenjangan tersebut. “AI bukan pengganti manusia, melainkan asisten yang membantu. Kehadirannya meringankan tugas dengan lebih akurat, presisi, dan cepat. Ini bukan tren sesaat, tapi langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan nyata sektor kesehatan,” tegasnya. Menurut Nugraha, potensi AI terbentang luas, dari skrining massal dan deteksi dini penyakit hingga pengelolaan big data klinis yang kerap membebani tenaga medis.
Pandangan serupa datang dari Dr. Rizaldi. Dengan tajuk presentasi “Will AI Replace Doctors”, ia langsung menegaskan: “AI akan merevolusi praktik kedokteran, tapi tidak akan menggantikan dokter.” Menurutnya, AI justru akan menjadi mitra kerja yang memperkuat efektivitas dokter dalam melayani pasien.
Ia menunjuk beberapa contoh konkret: medical imaging yang kini dapat membaca hasil CT scan atau MRI lebih cepat dan akurat, predictive analytics yang memprediksi risiko penyakit dari rekam medis, hingga symptom checkers berbasis AI yang mampu memberikan edukasi awal kepada masyarakat. “Dengan teknologi ini,” lanjutnya, “pasien dengan gejala ringan bisa mendapatkan jawaban cepat tanpa harus langsung ke rumah sakit.”
Wawasan Baru dari AI
Paparan para pakar memberikan manfaat nyata bagi seluruh peserta, termasuk mahasiswa yang hadir. Salah satunya, Zahraditya Syifa Putri Wardyono, mahasiswi FK UPH angkatan 2025, yang mengaku mendapatkan banyak wawasan baru mengenai potensi AI dalam dunia medis.
“Banyak hal-hal yang kita pelajari, bahkan yang kita belum pernah tahu ternyata bisa diimplementasikan ke kehidupan, termasuk digitalisasi data medis. Dengan AI, kita bisa bekerja lebih baik, lebih cepat, dan lebih akurat. Seminar ini sangat bermanfaat untuk kami yang sedang menempuh pendidikan di bidang kesehatan,” ungkap Syifa.
Workshop: AI di Berbagai Bidang Kesehatan
Selain seminar, peserta mengikuti workshop interaktif yang membahas penerapan AI di berbagai bidang kesehatan. Workshop ini menghadirkan pakar dari sejumlah universitas di Indonesia.
Pada bidang genetika, Yunia Sribudiani, M.Sc., Ph.D., dan dr. Yunisa Pamela, M.Sc., Ph.D. (Universitas Padjadjaran) membawakan materi “Introduction to Next-Generation Sequencing: From Theory to Interpretation”. Bidang psikologi diisi Prof. Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog (Universitas Indonesia) dan Prof. Aulia Iskandarsyah, M.Psi., M.Sc., Ph.D., Psikolog (Universitas Padjadjaran) dengan materi “The Digital Psychology: AI’s Role in the Future of Mental Health Assessment”. Bidang ilmu kesehatan menghadirkan Dr. Ir. Lukas, MAI, CISA, IPM (Unika Atma Jaya) dan Dr. Eka Budiarto, S.T., M.Sc. (Swiss German University) melalui materi “Exploring Health Data with AI: Trends, Challenges, and Innovations”.
Sementara bidang radiologi, dengan materi “The Impact of AI application on Radiology: Current Situation and Future Perspective”, dibawakan oleh dr. Nungky Kusumaningtyas, Sp.Rad (K) PRP dan dr. Nina Supit, Sp.Rad (K) dari UPH. Terakhir, bidang kedokteran gigi, menghadirkan Dr. drg. Andi S. Budihardja, Sp.BM(K) dan drg. Dimas Satria Putra, Sp.RKG, dari UPH lewat materi “The Future of Oral & Maxillofacial Health: Digital Transformation Through AI & 3D Technologies”.
Lewat workshop ini, peserta tidak hanya memperoleh wawasan teoritis, tetapi juga pemahaman praktis bahwa AI dapat memperkuat berbagai aspek pelayanan kesehatan, mulai dari genetika, psikologi, ilmu kesehatan, radiologi, hingga kedokteran gigi.
Melalui penyelenggaraan UPH Health Sciences National Conference 2025, UPH menegaskan komitmennya dalam mendidik mahasiswa agar selalu mengikuti perkembangan terkini, mampu menjawab tantangan nyata, serta menjadi profesional unggul dengan karakter takut akan Tuhan, siap memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.