Di tengah derasnya disrupsi teknologi dan lonjakan kecerdasan buatan, literasi baru jadi kebutuhan mendesak. Baca, tulis, dan hitung saja tak lagi cukup. Generasi muda harus dibekali Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM)—fondasi keterampilan abad ke-21 yang menentukan daya saing mereka.
Jika dulu STEM hadir di pendidikan lanjutan, kini harus diperkenalkan sejak dini. Bukan sekadar agar anak melek teknologi, melainkan siap menjadi pencipta inovasi, bukan hanya pengguna.
Pesan inilah yang ditegaskan Dr. Stephanie Riady, B.A., M.Ed., Executive Director Pelita Harapan Group sekaligus Presiden Universitas Pelita Harapan dan Inisiator Gerakan STEM Indonesia Cerdas, dalam perayaan 30 tahun Kompas.com bertajuk Jagat Literasi di Menara Kompas, Jakarta, 15 September 2025.
Melalui paparannya yang berjudul “Pendidikan STEM Sejak Dini: Siapkan Generasi Kaya Inovasi”, Dr. Stephanie menegaskan bahwa pendidikan yang membangun pola pikir ilmiah, logis, dan solutif harus dimulai lebih awal—karena masa depan tidak menunggu.
“Lebih dari sekedar keterampilan teknis, STEM menanamkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah kompleks, membaca pola, dan juga mengambil keputusan berbasis data,” kata Dr. Stephanie.
STEM lebih dari rumus, robot, atau laboratorium. Ia mengajarkan generasi untuk berani bertanya sebelum menjawab, mencari solusi sebelum menyerah, dan berkolaborasi sebelum berkompetisi.
Tantangan Nyata dalam Pencapaian Sains
Sayangnya, data menunjukkan Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022, Indonesia menempati peringkat 72 dari 79 negara OECD dalam pencapaian sains, dengan rata-rata 366 poin—jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 472 poin, dan tertinggal dibanding negara tetangga seperti Singapura, Vietnam, dan Malaysia.
Menanggapi kondisi ini, Dr. Stephanie menekankan perlunya perubahan pola pikir. Pendidikan tak bisa berhenti pada hafalan. Generasi muda harus ditempa dengan keberanian bereksperimen, kemampuan berinovasi, dan kelenturan beradaptasi agar Indonesia memiliki modal sumber daya manusia yang siap bersaing.
“Dengan demikian, Indonesia tidak hanya akan ikut serta dalam peta ekonomi global, tetapi akan berada di barisan terdepan memimpin perubahan dunia,” tegasnya.
Kolaborasi Lintas Sektor adalah Kunci
Untuk menjawab tantangan tersebut, Dr. Stephanie mengajak pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan masyarakat bergerak bersama menyiapkan generasi masa depan yang mampu menciptakan perubahan. Pemerintah, menurutnya, perlu merancang kurikulum STEM yang kontekstual dan relevan, sementara guru dibekali kompetensi mengajar yang kreatif, interaktif, dan inspiratif.
“Sektor Industri harus turut serta membuka akses terhadap teknologi, memberikan peluang magang, dan menyediakan laboratorium inovasi. Orang tua dan masyarakat pun perlu berperan menumbuhkan budaya bertanya, mendukung eksperimen, dan memberi ruang bagi anak-anak untuk berimajinasi,” ujarnya.
Pendidikan STEM bukan sekadar urusan ruang kelas, melainkan gerakan bersama. Dengan kolaborasi yang solid, pendidikan berbasis STEM dapat menjadi kunci menghadapi tantangan besar bangsa—dari ketahanan pangan hingga inovasi teknologi.
Guru Perlu Dukungan
Dr. Stephanie juga menyoroti pentingnya peran guru dalam mengajarkan STEM. Ia menekankan bahwa guru-guru membutuhkan dukungan masif, mengingat sebagian besar guru lulusan Program Studi (Prodi) Pendidikan Dasar belum mendapatkan pelatihan STEM secara spesifik. Ia mencontohkan hasil studi bandingnya ke sekolah-sekolah swasta di India yang sangat sistematis dalam mendukung guru.
“Di India, guru sudah dibekali dengan materi, kurikulum, dan tools. Jadi, ada box yang mereka bisa unbox, dan mereka bisa mengajar modul-modul dasar dalam sains teknologi dan lain-lain,” ungkapnya.
“Walaupun STEM bersifat interdisipliner, fondasi pembelajaran sains dan matematika tetap sangat penting. Bahkan, pembelajaran matematika pun tidak selalu setara jika diajarkan dengan pendekatan yang berbeda,” tambah Dr. Stephanie.
Sebagai Penasihat Ahli Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Kemendikdasmen RI), Dr. Stephanie menegaskan bahwa menyiapkan guru yang ahli dalam mengajarkan STEM tidak bisa dilakukan secara instan. Proses ini adalah perjalanan berkelanjutan yang menentukan masa depan.
Komitmen UPH Sebagai Institusi Pendidikan Tinggi Pencetak Pemimpin Masa Depan
Sebagai institusi pendidikan yang berlandaskan iman kepada Kristus dengan keunggulan akademik, UPH menegaskan pentingnya membekali generasi muda dengan literasi masa depan seperti STEM—bukan sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai alat untuk mewujudkan panggilan yang lebih besar. Bagi UPH, penguasaan sains dan teknologi harus berjalan seiring dengan pembentukan karakter, integritas, dan nilai-nilai spiritual yang kokoh.
Dengan mendorong pendidikan STEM sejak dini, UPH menegaskan perannya dalam menyiapkan generasi yang tidak hanya cakap menghadapi tantangan global, tetapi juga mampu memimpin dengan hati yang melayani dan visi yang berlandaskan kebenaran. Bagi UPH, pendidikan sejati adalah yang membentuk individu yang tidak hanya kompeten secara intelektual dan profesional dalam tindakan, tetapi juga takut akan Tuhan, serta memiliki kerinduan untuk membawa dampak yang berarti bagi masyarakat, bangsa, dan dunia.