28/11/2025 Achievements, Social & Humanities
Di tengah meningkatnya kebutuhan akan pemimpin yang mampu berpikir kritis, argumentatif, dan responsif terhadap isu publik, kompetisi debat seperti National University Debating Championship (NUDC) – Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia (KDMI) 2025 menjadi ruang pembelajaran yang sangat berharga. NUDC sendiri merupakan kompetisi debat dalam bahasa Inggris, sementara KDMI menggunakan bahasa Indonesia. Dalam ajang yang menuntut ketajaman analisis terhadap isu nasional dan global ini, tim debat UPH tampil gemilang pada kompetisi NUDC. Beatrice Frederica Sungkono (Hubungan Internasional, 2024), Ivan Tandrian (Ilmu Komunikasi, 2023), dan Brillion Xl Villard (Hubungan Internasional, 2024) berhasil meraih 2nd Runner-up kategori Novice dan penghargaan 6th Best Speaker turut diraih oleh Beatrice.
NUDC–KDMI, yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, (BelmawaI), merupakan kompetisi debat bergengsi di tingkat nasional. Tahun ini, babak nasional yang berlangsung pada 20–25 Oktober di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Purwokerto, mempertemukan 96 tim NUDC dan 96 tim KDMI yang telah lolos dari seleksi lebih dari 280 universitas di tahap regional.
Untuk mempersiapkan penampilan, tim UPH menjalani latihan intensif selama satu bulan penuh, untuk mempertajam teknik debat, memperkuat struktur argumen, serta melatih kecepatan berpikir melalui berbagai simulasi dan sparring.
“Kami belajar membangun argumen yang solid, mendalami strategi debat, dan melakukan sparring dengan kampus lain seperti Universitas Negeri Manado. Latihan intensif membuat kami terbiasa berpikir cepat dan beradaptasi dengan berbagai jenis mosi,” ungkap Ivan.
Dinamika Debat yang Mengasah Ketajaman Berpikir
Kompetisi NUDC menggunakan sistem debat British Parliament, yakni format debat berbahasa Inggris yang mengadopsi struktur pemerintahan Inggris dengan kubu pemerintah dan oposisi. Format ini menuntut kecepatan berpikir, ketajaman logika, dan kemampuan merespons argumen secara efektif. Dalam setiap ronde, empat tim beradu gagasan atas satu mosi yang mencakup isu lintas bidang, mulai dari psikologi, ekonomi, olahraga, hingga hubungan internasional dan agama.
Bagi tim UPH, sistem ini bukan sekadar ajang adu retorika. Kompetisi menjadi ruang latihan intens untuk berpikir kritis di bawah tekanan waktu. Beatrice menjelaskan, “Keberhasilan kami tidak ditentukan oleh seberapa banyak materi yang dihafal, tetapi oleh kemampuan menyusun argumen logis dan relevan secara cepat. Tantangan terbesar adalah merangkai setiap argumen dalam struktur yang jelas dalam waktu singkat. Justru dari situ kami belajar berpikir kritis dan analitis secara cepat.”
Debat Final: Momen yang Menguji Ketajaman dan Keteguhan
Bagi Beatrice, babak final merupakan momen paling menegangkan sekaligus berkesan. Final yang mempertemukan empat universitas itu mengangkat mosi bertema olahraga, dengan fokus pada perlu atau tidaknya pemerintah memprioritaskan sepak bola demi kesejahteraan masyarakat.
“Di final, argumen kami menegaskan bahwa sepak bola memiliki potensi ekonomi dan sosial yang sangat besar. Selain menjadi olahraga dengan basis penggemar terbesar, sepak bola mampu menarik investasi, memperkuat citra Indonesia di tingkat global, serta menciptakan spillover effect bagi pariwisata dan ekonomi kreatif. Dengan industri yang kuat dan berkelanjutan, sepak bola bisa menjadi motor ekonomi sekaligus pemersatu bangsa,” terang Beatrice.
Lebih dari sekadar kompetisi, NUDC menjadi ruang belajar yang membentuk cara pikir mereka. Brillion menuturkan bahwa debat melatihnya untuk berpikir kritis, berbicara spontan, dan membangun jejaring dengan peserta dari berbagai kampus.
“Debat mengajarkan kami untuk berpikir terbuka dan tangguh dalam tekanan. Setiap ronde mengajarkan kami untuk menghargai perspektif yang berbeda. Ke depan, kami ingin terus mengasah kemampuan ini dan mendorong lebih banyak mahasiswa UPH untuk berani mencoba dan berprestasi,” ujar Brillion yang berperan sebagai Adjudikator, yaitu calon juri yang dikirim universitas dan ikut serta dalam proses akreditasi penjurian di tim ini.
Prestasi yang diraih mahasiswa UPH tidak hanya mencerminkan kapasitas intelektual, tetapi juga karakter yang terbentuk melalui proses yang tekun dan berintegritas. Nilai-nilai inilah yang terus UPH bangun dalam diri setiap mahasiswa, sehingga mereka siap menjadi lulusan yang takut akan Tuhan, profesional, dan berdampak bagi masyarakat.