16/04/2010 Uncategorized
Dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Bantuan Hukum, eksistensi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) tidak jelas.
Uli Parulian, Bintan Saragih, Jamin Ginting, dan Christine (Sekretaris LKBH)
Dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Bantuan Hukum, eksistensi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) tidak jelas. Malah bisa dikatakan bahwa status lembaga ini tidak diakui oleh pemerintah, berdasarkan salah satu substansi RUU tersebut. Dengan ketidakjelasan ini, LKBH akan sulit diakomodir dan tidak dapat berfungsi semestinya karena legalitasnya masih dipertanyakan.
Hal ini lah yang menjadi pembahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ?Advokasi RUU Bantuan Hukum untuk Memperkuat Akses Keadilan bagi Masyarakat Marginal Melalui LBH Kampus?. Diskusi ini diselenggarakan oleh LKBH UPH bekerjasama dengan Indonesian Legal Resources Center (ILRC) pada Kamis (15/04) di Moot Court FH UPH, ruang D309-310.
![]() Bintan Saragih
|
Acara ini diawali dengan sambutan dari Dekan FH UPH Bintan Saragih. Ia memiliki harapan agar LKBH bisa bernanung di tingkat universitas dan di tingkat fakultas. ?Pada tingkat universitas, LKBH bertindak sebagai institusi dan dengan begini LKBH akan lebih menggaung. Sedangkan pada tingkat fakultas, LKBH bertindak sebagai pengabdian kepada masyarakat,? katanya dengan maksud agar lembaga ini lebih eksis.
Bintan juga menyampaikan cita-citanya supaya, ?Rakyat jangan keluar satu sen pun! Kita harus membantu orang-orang yang buta hukum karena setiap rakyat Indonesia adalah setara di depan hukum,? lanjutnya. Ia dan segenap personel LKBH sepakat bahwa pengacara atau advokat tidak bisa diharapkan untuk membela rakyat marginal. |
Selanjutnya, Kepala LKBH UPH Jamin Ginting mempertegas keberadaan LKBH kampus sebagai salah satu bentuk tri darma Perguruan Tinggi. ?LKBH kampus sangat penting eksistensinya sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan tempat praktek bagi mahasiswa hukum. Namun sayangnya cukup banyak pengadilan yang tidak menerima mahasiswa atau dosen sebagai pendamping kasus hukum,? lanjutnya.
Untuk memperjuangkan itu, ILRC tidak hanya bekerjasama dengan LKBH UPH, dalam FGD ini hadir pula beberapa personel dari LKBH kampus lain, seperti Universitas Trisakti, Universitas Parahyangan Bandung, Universitas Djuanda Bogor, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Universitas Sahid Solo. ?RUU Bantuan Hukum ini juga banyak dibicarakan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat bantuan hukum seluruh Indonesia,? tambah Jamin. |
![]() Jamin Ginting
|
![]() Uli Parulian
|
Mereka bersama-sama membahas permasalahan yang selama ini mereka hadapi di LKBH masing-masing, terutama yang berkaitan dengan pihak eksternal dan kemudian hasil dari FGD ini akan disampaikan kepada DPR. ?Kami sudah mengajukan permohonan untuk bertemu dengan Komisi III DPR dan memperjuangkan eksistensi LKBH ini sebagai bahan masukan bagi RUU tersebut,? ujar Executive Director ILRC Uli Parulian Sihombing.
Seluruh peserta diskusi berharap agar setelah disahkannya RUU Bantuan Hukum tersebut, LKBH bisa lebih terorganisir dan statusnya diakui pemerintah. Selain itu juga agar LBH Nasional mau mendanai LKBH yang kurang mampu dalam mendampingi masyarakat pada kasus hukum karena memang fokus LKBH adalah pelayanan kepada masyarakat marginal. (cyn) |
UPH Media Relations