NEWS & PUBLICATION

UPH Dorong Mahasiswa Fakultas Hukum Soroti Regulasi Investasi dan Kesehatan di Era AI lewat DMRLW 2025 

20/06/2025 Law

UPH Dorong Mahasiswa Fakultas Hukum Soroti Regulasi Investasi dan Kesehatan di Era AI lewat DMRLW 2025 

Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kini menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, layanan kesehatan, hingga pendidikan. Di balik potensinya yang besar, AI juga membawa tantangan serius, terutama dalam hal regulasi dan etika. Untuk memastikan pengembangannya tetap aman, etis, dan berkelanjutan, dibutuhkan kerangka hukum yang jelas dan komprehensif. 

Merespons isu tersebut, Departemen Akademik Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (HMFH UPH) kembali menggelar Dr. Mochtar Riady Legal Week (DMRLW) 2025. Program dua tahunan ini menjadi wadah bagi mahasiswa hukum dari seluruh Indonesia untuk mengasah pemikiran kritis, meneliti isu strategis, dan menyampaikan solusi hukum yang relevan dengan perkembangan zaman. 

DMRLW 2025 mengusung tema “Revamping Indonesia’s Policy Landscape: Assimilating Investment Law, Healthcare, and AI Development”. Rangkaian acara meliputi Seminar Hukum Nasional, Kompetisi Debat Hukum Nasional, dan Lomba Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang terbuka untuk mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia. 

Dalam acara pembukaan yang berlangsung di Auditorium Gedung D Ruang 501 UPH Kampus Lippo Village, Karawaci, Tangerang, 12 Juni 2025, Pendiri Lippo Group, Dr. Mochtar Riady, menyampaikan pandangannya mengenai pesatnya perkembangan AI. Ia menyoroti bagaimana AI kini tak hanya meniru kemampuan fisik dan intelektual manusia, tetapi juga mulai menunjukkan respons emosional yang menyerupai perasaan manusia. Namun, kemajuan teknologi ini juga membawa tantangan besar, terutama dalam aspek hukum.  

AI adalah komputer dengan kemampuan yang bahkan bisa melebihi manusia. Di sinilah peran hukum menjadi sangat penting. Fakultas Hukum punya tanggung jawab untuk memikirkan bagaimana aturan yang mengatur hubungan antara manusia dan AI. Karena itu, saya berharap acara ini bisa menghasilkan pemikiran-pemikiran yang bermanfaat bagi masa depan Indonesia,” ucap Dr. Mochtar Riady. 

Dalam sambutannya, Dr. Velliana Tanaya, S.H., M.H., selaku Executive Dean of College of Arts and Social Sciences sekaligus Dekan Fakultas Hukum UPH, menekankan pentingnya dunia hukum untuk terus beradaptasi dengan perubahan global. Ia menyoroti bahwa isu investasi dan kesehatan sering kali belum menjadi fokus utama dalam kajian hukum, sementara kecerdasan buatan (AI) kini muncul sebagai elemen baru yang memengaruhi arah kebijakan publik. 

“Mahasiswa dan akademisi memiliki peran strategis dalam mendorong lahirnya kebijakan alternatif yang inklusif dan berorientasi jangka panjang. Saya berharap Anda semua tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan etika yang kuat. Semoga melalui forum ini, lahir kontribusi nyata dalam membentuk kebijakan masa depan Indonesia yang berlandaskan akal sehat, nilai moral, dan keberanian untuk berinovasi,” ujar Dr. Velliana. 

Jessica Daniella, Mahasiswa FH UPH 2022 yang juga selaku Ketua Acara DMRLW, turut memberikan sambutan dalam pembukaan acara. Dalam pesannya, Jessica menegaskan bahwa DMRLW hadir sebagai media bagi mahasiswa hukum di Indonesia untuk berani berpikir kritis dan mencari solusi atas isu-isu kebijakan publik yang kompleks. 

Ia menyatakan, “Tema DMRLW tahun ini kami pilih sebagai respons atas perubahan besar dalam kebijakan nasional akibat kemajuan teknologi dan arus globalisasi. Kami percaya, pemikiran generasi muda hukum Indonesia sangat dibutuhkan untuk menciptakan kebijakan yang adaptif, adil, dan visioner, khususnya dalam bidang hukum investasi, kesehatan, dan pengembangan AI.” 

Seminar Hukum Nasional 

Rangkaian acara berlanjut dengan Seminar Hukum Nasional dengan tema “Navigating the Future: Harmonizing Investment Law and Healthcare Policy in Indonesia’s AI-Driven Era”. Seminar ini dihadiri para pakar dari dunia hukum, pendidikan, hingga industri layanan kesehatan sebagai narasumber. Mereka adalah Harditya Suryawanto, S.H., LL.M selaku Kepala Pusat Kebijakan Strategi dan Tata Kelola Kesehatan Global di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI; Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS selaku Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM); Wiku Anindito, S.H selaku Associate Partner di Hadiputranto, Hadinoto & Partners (HHP) Law Firm; dan Pierre Hendrawan, B.B.A., M.A selaku Kepala Teknologi Informasi dan Komunikasi Siloam Hospitals Group. 

Sebagai keynote speaker, Harditya Suryawanto memaparkan strategi Kementerian Kesehatan RI dalam merespons kemajuan teknologi AI, yang mencakup investasi, penyederhanaan regulasi, dan pembangunan ekosistem kolaboratif. Ia menekankan pentingnya regulasi yang lebih terbuka untuk mendorong inovasi dan membuka ruang kerja sama antara pemerintah, swasta, dan inovator teknologi. 

“Teman-teman mahasiswa adalah arsitek hukum masa depan. Ide dan semangat kalian bersama para pemangku kebijakan, akan terus mendorong Indonesia menuju visi Indonesia Sehat 2030. Mari kita jadikan AI sebagai kekuatan untuk mewujudkan revolusi di bidang kesehatan dan mengukuhkan posisi Indonesia di panggung global,” pesan Harditya Suryawanto. 

Dalam paparan berjudul “Memahami Keseimbangan Antara Investasi dengan Kualitas Pelayanan Kesehatan”, Dr. Andreasta Meliala menekankan bahwa investasi di sektor kesehatan tidak boleh hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi harus memperkuat sistem layanan dan infrastruktur. Ia juga menegaskan pentingnya menjunjung nilai kemanusiaan dan etika dalam setiap pelayanan kepada pasien. 

Sementara itu, dari perspektif hukum, Wiku Anindito—alumni Program Studi Hukum UPH angkatan 2004—membahas berbagai risiko hukum dalam penggunaan AI di sektor kesehatan. Melalui presentasi “Legal Considerations Regarding the Use of AI in Healthcare”, ia menyoroti isu perlindungan data pribadi pasien serta pertanggungjawaban atas kesalahan yang mungkin timbul dari algoritma AI. 

Selain itu, dalam konteks kekayaan intelektual, baik itu menyangkut merek, hak paten, maupun hak cipta, masih belum jelas siapa pemilik sah dari sistem AI maupun hasil ciptaan yang dihasilkan oleh teknologi tersebut. Semua ini menandakan, bahwa penting adanya regulasi dari pemerintah agar hukum Indonesia tidak tertinggal dalam merespons perkembangan teknologi yang semakin cepat. 

Melengkapi diskusi, Pierre Hendrawan memaparkan bagaimana rumah sakit mulai bertransformasi di era teknologi AI. Ia menjelaskan bahwa AI tidak hanya mempercepat proses diagnosis, tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional dan mendukung pengambilan keputusan klinis yang lebih akurat. 

Namun, ia menekankan pentingnya penggunaan AI yang aman dan bertanggung jawab. Dengan regulasi yang jelas dan adaptif, pemanfaatan AI diharapkan dapat memberi manfaat seimbang bagi pasien sebagai penerima layanan, maupun bagi tenaga medis sebagai pengguna teknologi di lapangan. 

DMRLW 2025 memperlihatkan bagaimana pendidikan hukum dapat menjadi ruang pembentukan pemikiran strategis yang relevan dengan perkembangan global. Lebih dari itu, kolaborasi antara dunia hukum, kesehatan, dan teknologi menjadi kunci dalam menyongsong masa depan Indonesia yang lebih baik. UPH berkomitmen untuk terus menjadi katalisator dalam mencetak pemimpin hukum yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berlandaskan karakter takut akan Tuhan, profesional, dan siap berdampak positif.