20/11/2025 Achievements, Art, Culture, Music & Design
Diabetes mellitus (DM) masih menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Penelitian menunjukkan bahwa menurut data International Diabetes Federation (IDF), 1 dari 16 orang berusia 20–79 tahun di Indonesia hidup dengan diabetes, dan jumlah tersebut diperkirakan meningkat hingga 31% dalam 15 tahun ke depan. Lonjakan ini turut meningkatkan risiko komplikasi yang membebani sistem kesehatan nasional. Salah satu faktor penting dalam penatalaksanaan diabetes adalah kepatuhan minum obat. Namun, penelitian menunjukkan bahwa masih banyak pasien diabetes melitus yang tidak patuh dalam mengonsumsi obat. Dalam sebuah studi salah di satu Puskesmas di bilangan Jakarta Selatan, pada Februari 2024 terhadap 129 pasien berusia 25–64 tahun, ditemukan bahwa 74 orang (57,4%) tidak patuh dalam mengonsumsi obat. Temuan ini tentu berdampak pada meningkatnya komplikasi, biaya perawatan, dan penurunan kualitas hidup pasien.
Di tengah urgensi tersebut, kemampuan tenaga kefarmasian dalam memberikan konseling obat secara tepat, komunikatif, dan empatik menjadi sangat penting untuk membantu pasien memahami penggunaan obat, potensi efek samping, dan langkah perawatan yang perlu dijalani.
Untuk mengasah dan menguji kemampuan krusial tersebut, kompetensi konseling obat dilombakan dalam berbagai ajang bergengsi. Prestasi gemilang baru saja ditorehkan oleh mahasiswa Program Studi (Prodi) S1 Farmasi angkatan 2023 Universitas Pelita Harapan (UPH) dalam Patient Counseling Competition (PCC) PHARMACOFOREV 2025 di Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA).
Dalam kompetisi nasional yang menguji simulasi kasus nyata penatalaksanaan obat ini, Mona Augry Aulia berhasil meraih Juara 2, sementara Jessica Lusia menempati posisi Juara 3.
PCC merupakan ajang bergengsi bagi mahasiswa farmasi untuk mengasah kemampuan konseling obat melalui simulasi kasus nyata. Para peserta diuji menjelaskan penggunaan obat, efek samping, dan langkah perawatan dengan bahasa yang mudah dipahami pasien. Setelah melewati babak penyisihan daring pada 12 Oktober 2025 dan Grand Final di UNSIKA pada 25 Oktober 2025, Mona dan Jessica berhasil menunjukkan kompetensi terbaik mereka dan meraih posisi juara.
Bangun Kepercayaan Diri
Prestasi di PCC menjadi kemenangan perdana bagi Mona. Ia mengaku keberaniannya mengikuti ajang ini terinspirasi dari sosok Advelina Hubertha Fanggidae, asisten dosen sekaligus alumni Farmasi UPH angkatan 2020, yang tetap gigih mencoba meski pernah mengalami kegagalan hingga akhirnya berhasil menjuarai berbagai kompetisi.
“Sejak SD sampai SMA saya belum pernah menang lomba. Tapi setelah mendengar cerita Kak Advelina yang tetap mencoba meski pernah kalah, saya jadi lebih termotivasi dan berani. Saya juga makin semangat karena ingin bisa hadir di acara UPH Awards,” ungkapnya.
Dalam kompetisi ini, setiap peserta mendapat topik terkait diabetes atau hiperglikemia. Untuk mempersiapkan diri, Mona menjalani bimbingan intens bersama Advelina dan memperdalam materi melalui berbagai literatur mandiri agar mampu memberikan konseling yang tepat dan komprehensif. Sebagai peserta yang baru pertama kali mengikuti lomba patient counseling, Mona merasa bahwa pendampingan pembimbing serta bekal perkuliahan, mulai dari dasar-dasar diabetes hingga alur konseling, menjadi fondasi penting yang membantunya tampil maksimal.
“Pengalaman paling berharga dari perlombaan ini adalah saya belajar berkomunikasi dengan pasien secara lebih tenang, terstruktur, dan empatik. Saya juga semakin menyadari bahwa persiapan dan latihan benar-benar memengaruhi performa saat berlomba. Lomba ini membuat saya lebih percaya diri bahwa saya mampu bersaing dan berkembang jika berani mencoba dan terus belajar,” ucap Mona.
Asah Empati dan Komunikasi
Jika Mona banyak bertumbuh dalam aspek kepercayaan diri, maka bagi Jessica, kompetisi ini menjadi kesempatan besar untuk mengasah empati dan kemampuan komunikasi klinis—dua keterampilan penting dalam praktik kefarmasian. Menurut Jessica, dalam kompetisi ini ia ditantang untuk mampu menyampaikan informasi obat secara jelas, sederhana, dan mudah dipahami oleh pasien diabetes. Untuk mempersiapkan diri, ia mempelajari mekanisme penyakit serta berbagai terapi yang tepat, baik farmakologis maupun nonfarmakologis. Ia juga rutin berlatih role play bersama teman-teman dan dosen pembimbingnya, apt. Yared Yehuda, S.Farm., M.S.Farm., guna meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik sekaligus membangun rasa percaya diri.
“Saya belajar bahwa bukan hanya pengetahuan obat yang penting, tetapi juga bagaimana kita mendengarkan dan menyesuaikan bahasa dengan kebutuhan pasien agar pesan tersampaikan efektif. Selama kuliah di UPH, saya terbiasa dengan pembelajaran berbasis kasus dan presentasi yang menekankan komunikasi klinis. Kami diajarkan untuk menjelaskan informasi obat dengan jelas dan mudah dipahami. Hal ini sangat membantu saya menghadapi kompetisi ini,” jelasnya.
Baik Jessica maupun Mona menilai bahwa prestasi yang mereka raih bukan sekadar pencapaian pribadi, melainkan wujud dari proses belajar yang terus berkembang.
“Prestasi ini membuktikan bahwa kerja keras mampu menghasilkan sesuatu yang berharga. Secara pribadi, ini memotivasi saya untuk terus berkembang dan berkontribusi di bidang pelayanan farmasi,” tambah Jessica.
Prestasi keduanya menjadi bukti bahwa mahasiswa Farmasi UPH tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga dibentuk menjadi tenaga kefarmasian yang kompeten, empatik, dan berkarakter. Kemenangan ini sekaligus mencerminkan komitmen UPH dalam melahirkan generasi profesional yang takut akan Tuhan, unggul dalam kompetensi, dan mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat.