Business School UPH Bahas Peran Data Dalam Revolusi Industri 4.0 di Acara NCBMA 2019.

Revolusi industri 4.0 merupakan fase revolusi teknologi yang memiliki tren untuk otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi yang terus berkembang. Perkembangan teknologi yang pesat akan mendorong perubahan perilaku masyarakat dan meningkatkan terciptanya peluang bisnis. Di era milenai ini, industri bisnis selalu mengalami perubahan sepanjang waktu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya inovasi baru yang bermunculan.

Tren bisnis dalam revolusi industri 4.0 ini membuat Business School Universitas Pelita Harapan (UPH) menggelar National Conference on Business, Management, and Accounting (NCBMA 2019) untuk yang ketiga kalinya, dengan mengusung tema “Business Knowledge to be Elevated: Advancing Industrial Innovations 4.0”. Konferensi nasional ini berlangsung pada 21 November 2019, di Kampus UPH Lippo Village dengan menghadirkan keynote speaker yang ahli yaitu, Dr. Guntur Siboro – Country Head HOOQ Indonesia dan Prof. Augusty Ferdinand, DBA – Head of Marketing Science Laboratory on Universitas Diponogoro.

“Bisnis dalam revolusi industri 4.0 memiliki kaitan yang erat dengan big data. Lain dengan small data, big data merupakan data yang tidak terstuktur, memiliki volume tinggi, dan tidak konsisten. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi yang mampu mengolah big data ini. Big data ini dapat mempermudah pelaku bisnis untuk melakukan descriptive analytics, predictive analytics, dan prescriptive analytics”, tutur Guntur Siboro.

Meskipun big data merupakan hal yang penting untuk mengembangkan bisnis di revolusi industri 4.0, tetapi peran small data juga masih dibutuhkan. Guntur Siboro menambahkan bahwa small data digunakan untuk menciptakan suatu inovasi dalam bisnis, misalnya melakukan focus group discussion dan survei untuk memerhatikan perilaku konsumen agar dapat mengetahui inovasi yang sesuai dengan perilaku yang dihasilkan.

Prof. Augusty melengkapi hal praktis yang disampaikan Guntur Siboro dengan menyampaikan paradigma yang masih kurang tepat dalam mengajarkan cara berfikir kepada mahasiswnya. Ia lebih mengarahkan untuk menggunakan metode high order thinking skills (HOTS) pada jenjang perguruan tinggi.

“Suatu ketidakmungkinan untuk berbicara tentang kreativitas, inovasi, atau berpikir out of the box, ketika kita sebagai tenaga akademisi dalam melakukan pengajaran masih menggunakan low order thinking skills (LOTS). Jika suatu institusi pendidikan ingin menghasilkan lulusan yang dapat menciptakan suatu karya, maka harus mengajarkan high order thinking skills (HOTS)”, seru Augusty.

LOTS dan HOTS merupakan cara berpikir yang berada dalam piramida taksonomi bloom. LOTS terdiri dari mengingat, memahami, dan menarapkan. Sedangkan, HOTS berisi analisis, menilai sintesis, dan menciptakan. Augusty melihat masih banyak tenaga pengajar pada jenjang perguruan tinggi yang masih menggunakan LOTS yang membuat para mahasiswanya hanya menjadi pengikut, bukan menjadi pencipta.

Di akhir pemaparannya, Augusty berharap agar tenaga pengajar saat ini mulai mengajak para mahasiswanya untuk menerapkan cara berpikir HOTS, salah satunya caranya adalah dengan scenario building yang mengajak mahasiswa untuk berpikir, bukan hanya mengingat.

Dalam NCBMA 2019 ini terdapat 142 abstrak penelitian yang masuk dan akhirnya terpilih 88 paper penelitian yang akan dipresentasikan oleh masing-masih pemakalah dalam sesi diskusi panel dan diikuti oleh kurang lebih 150 mahasiswa UPH.


baca juga:

Jurusan Manajemen UPH: Kelebihan, Kompetensi Dasar, Materi Perkuliahan, hingga Prospek Kariernya