Terapi Musik: Media Pembentukan Karakter dan Intervensi Medis.

Kezia Karnila Putri, S.Sn., MMT, MTA, MT-BC. merupakan seorang Dosen Peminatan Terapi Musik (music therapy) di Conservatory of Music Universitas Pelita Harapan (CoM UPH).  Terapi Musik merupakan satu dari tujuh peminatan yang ada di CoM UPH. Bagi Kezia, menjadi dosen Terapi Musik, bukan sekadar profesi, melainkan juga sebagai advokasi terapi musik dan pembentukan karakter mahasiswa.

Sejak 2020, Kezia memilih menjadi dosen di CoM UPH karena UPH adalah satu-satunya universitas yang memiliki peminatan Terapi Musik. Saat ini, Kezia mengajar beberapa mata kuliah, antara lain Dasar-Dasar Terapi Musik, Teknik Terapi Musik, Studi Kasus Terapi Musik, Asesmen Terapi Musik, Psikologi Konseling, Praktikum Terapi Musik, dan lainnya. Bidang minatnya sendiri meliputi Improvisasi Klinis, Metode Reseptif dalam Terapi Musik, Terapi Musik dan masalah kesehatan mental, PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma, Isu Geriatri, penggunaan sumber daya musik tradisional Indonesia dalam kerja klinis Terapi Musik, dan advokasi terapi musik serta jaringan global.

Kezia sendiri merupakan alumni UPH angkatan 2012 dan memperoleh gelar Sarjana Musik peminatan Music Therapy UPH. Setelah itu, ia melanjutkan studinya di Kanada dan meraih gelar Master of Music in Music Therapy in Music Psychotherapy dari Wilfrid Laurier University. Ia juga merupakan Music Therapists Board Certified (MTBC) dari Certification Board for Music Therapists-Amerika, Music Therapists Accredited (MTA) dari Canadian Association of Music Therapists, dan anggota Research and Ethics Committee 2020-2023 (World Federation of Music Therapy).

“Awalnya saya tidak pernah mengetahui apa itu terapi musik, namun berkuliah di UPH memberikan pengalaman yang tidak terlupakan. Salah satunya ketika saya menjalani praktikum lapangan di rumah sakit jiwa, panti werdha, hingga sekolah luar biasa. Pengalaman itu pun membuat saya semakin tertarik untuk terus mendalami bidang terapi musik,” cerita Kezia.

Ditambah lagi ketika ia menjalani studi lanjut di Kanada, ia pernah berpraktik sebagai terapis musik secara full-time di Trinity Longterm Care Facility di Kitchener, Ontario dan Homewood Health Centre di Guelph, Ontario. Pasien yang ditanganinya sangat beragam, seperti lansia yang mengalami masalah kognitif seperti demensia hingga alzheimer, PTSD, bipolar, eating disorder, dan masalah kejiwaan. Semua pengalaman itu membuat dirinya semakin mantap ingin menjadi seorang dosen dan berkontribusi bagi perkembangan bidang terapi musik.

Menurut Kezia, menjadi dosen merupakan cara nyata untuk mengupayakan perkembangan bidang terapi musik. Ketika menjadi dosen, Kezia dapat mengajak mahasiswanya untuk memahami apa itu terapi musik, sekaligus melakukan penelitian guna mengembangkan terapi musik. Menurutnya, penelitian ini sangat dibutuhkan oleh komunitas terapis musik di Indonesia.

Sebagai seorang dosen, Kezia berpendapat bahwa terapi musik memiliki beragam manfaat. Bagi mahasiswa yang mempelajari terapi musik, hal ini akan membentuk karakter, etika kerja, kedisiplinan, dan melatih kepedulian terhadap diri sendiri juga sekitar. Bagi dunia medis, terapi musik mampu menjadi salah satu upaya intervensi medis yang bermanfaat.

“Terapi musik merupakan salah satu intervensi medis yang bersifat non-farmakologi, alias pengobatan tanpa menggunakan obat-obatan. Hadirnya terapi musik dapat menekan biaya dan memberikan pelayanan kesehatan yang lebih berkelanjutan,” jelas Kezia.

Lantas, apa modal yang dibutuhkan jika ingin mempelajari ilmu terapi musik? Kezia menjelaskan, dalam terapi musik, mahasiswa akan mempelajari ilmu musik sekaligus ilmu klinis. Namun, yang penting di luar itu semua adalah kemampuan interpersonal yang baik.

Dalam upayanya mengenalkan terapi musik, Kezia juga rutin menghadirkan acara Music Therapy Week yang diselenggarakan setiap minggu kedua bulan April. Acara tersebut menghadirkan pembicara-pembicara lokal maupun internasional yang bertujuan membagikan ilmu terkait terapi musik. Ia berharap melalui kegiatan ini, publik semakin mengenal terapi musik dan manfaatnya.

Selain mengajar Music Therapy, Kezia pun aktif melakukan penelitian dan menulis buku. Saat ini, Kezia tengah melakukan penelitian terkait penggunaan alat musik tradisional Indonesia, yaitu gamelan Bali, untuk meningkatkan performa kognitif dari lansia yang mengalami penuaan. Di luar kegiatan mengajar, Kezia aktif melakukan praktik untuk klien secara privat. Namun, praktiknya tersebut hanya dalam lingkup penelitian sekaligus untuk terus mengasah kemampuannya.

Berbicara soal tantangan terapi musik di Indonesia, Kezia berpendapat bahwa tantangan terbesar adalah dalam advokasi untuk terapi musik. Menurutnya, belum banyak orang yang memahami  terapi musik, dan banyak juga yang memiliki pemahaman yang salah akan hal ini.

Selain itu, saat ini belum ada standarisasi kompetensi kode etik maupun sertifikasi terkait terapi musik di Indonesia. Situasi ini sering dimanfaatkan individu yang tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan lebih seperti memberikan edukasi terapi musik yang tidak tepat dan membebankan biaya terapi yang mahal.

Meskipun banyak tantangan, Kezia melihat bahwa terapi musik memiliki peluang karier yang prospektif. Hal ini karena terapi musik merupakan kombinasi profesi musik dan klinis yang dapat diaplikasikan di berbagai situasi, misalnya sekolah umum, sekolah luar biasa, klinik, private practice, klinik tumbuh kembang anak, rumah sakit umum, dan rumah sakit khusus kejiwaan. Bahkan di luar negeri, pekerjaan terapis musik sudah diaplikasikan di penjara.

Di masa depan, Kezia bertekad untuk terus mengembangkan terapi musik di Indonesia. Ia menekankan bahwa terapi musik bukan hanya aset untuk bidang profesi musik tetapi juga untuk industri kesehatan di Indonesia. Ia berharap bahwa pendidikan musik di tanah air akan mulai melihat pentingnya konsep interdisipliner dan kolaborasi, yang menurutnya sangat penting dalam menjawab tantangan zaman, sehingga mampu berkompetisi dengan dunia luar.

“Saya memiliki visi untuk mengembangkan terapi musik di Indonesia. Salah satu hal yang sedang saya kerjakan adalah membangun asosiasi terapi musik di Indonesia untuk kelak dapat diajukan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ,” tutur Kezia.

Conservatory of Music UPH

Program Studi Musik UPH berkomitmen untuk menghasilkan insan seni, produser, pendidik, dan praktisi berkelas dunia dalam industri musik. Dengan kurikulum yang komprehensif dan tenaga pengajar yang kompeten, para mahasiswa dipersiapkan untuk membangun karier dan berkiprah di industri musik. Bagi kamu para pecinta musik yang ingin berkarier di bidang ini, CoM UPH siap memberikan pendidikan musik berkualitas dan berstandar internasional. Ayo, daftar ke UPH sekarang! Informasi lebih lanjut hubungi 0811-1709-901 atau daftar di sini.