Sarah Charista, Konduktor Perempuan Hebat Hiasi Panggung Orkestra Indonesia.

Di tengah dominasi pria dalam profesi konduktor orkestra di Indonesia, ternyata ada beberapa konduktor perempuan Indonesia hebat yang mencuri perhatian, salah satunya adalah Sarah Charista Winata, S.Sn., M.A. Akrab dipanggil Sarah, perempuan asal kota Surabaya ini adalah seorang dosen conducting (pengaba) di Conservatory of Music (CoM) Universitas Pelita Harapan (UPH). Bagi Sarah, menjadi dosen adalah impiannya sejak kecil karena ia bisa membagikan ilmu kepada para mahasiswa sekaligus menjalin relasi untuk kelak dapat berkolaborasi di bidang musik.

Saat ini Sarah mengajar beberapa mata kuliah, di antaranya Dasar-dasar Direksi Musik, Direksi Paduan Suara, Teori Musik, dan Solfegio. Selain itu, ia juga bertanggung jawab untuk memimpin paduan suara Pelita University Singers dan Ansambel Koor UPH. Bidang minatnya meliputi orkestra dan paduan suara.

Sarah meraih gelar Sarjana Seni di bidang Classical Performance dari UPH pada tahun 2013 dan gelar Master of Arts di bidang Choral Conducting dari University of Birmingham, Inggris pada tahun 2018. Selain menjadi dosen, Sarah juga merupakan bagian dari Trinity Youth Symphony (TRUST) Orchestra & Chorus sebagai Chorus Master paduan suara anak dan remaja.

Bagi Sarah, salah satu pencapaian terbesarnya adalah ketika ia berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat Master dan diberikan kesempatan menjadi Perempuan Asia Pertama yang memimpin paduan suara Royal Scottish National Orchestra (RSNO), paduan suara dan orkestra terbesar di Skotlandia. Tugasnya adalah memimpin RSNO dalam menampilkan lagu “Brahms: A German Requiem-IV” di Glasgow Royal Concert Hall pada bulan Februari 2020 lalu.

“Saat itu saya diberikan kesempatan untuk melakukan fellowship dengan RSNO berkat bantuan dari mentor saya. Rasanya seperti mimpi, dan saya sungguh bersyukur atas kesempatan itu. Sebuah tantangan tersendiri bagi saya karena harus memimpin 120 orang dalam paduan suara tersebut, terutama dalam hal komunikasi. Mereka tidak kesulitan membaca not musik atau pengucapan bahasa Jerman karena mereka telah menyanyikan lagu itu berkali-kali. Masalahnya terletak pada bagaimana mereka menyampaikan interpretasi saya terhadap lagu tersebut karena mereka sudah sering kali menyanyikannya dengan cara yang sama,” ungkap Sarah.

Sarah mencoba pendekatan interpretasi yang berbeda pada komposisi lagu tersebut. Baginya, sangat menyenangkan melihat bagaimana tim paduan suara RSNO dapat menangkap perubahan tersebut dan menyanyikannya sesuai dengan arahannya. “Saya bahkan bisa melihat mata mereka berbinar saat menyanyikan bagian yang diubah. Menurut saya, saya cukup berhasil dalam memberi warna baru pada pertunjukan,” tambahnya.

Meskipun bukan berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang di bidang musik, tetapi Sarah membuktikan dirinya mampu menguasai teknik menyanyi, vokalisasi, ditambah kemampuan bermain piano, dan ketenangan emosinya untuk menyampaikan interpretasi lagu dalam sebuah komposisi musik.

“Tidak ada seorang pun di keluarga saya yang memiliki bakat di bidang musik. Saya pernah mendengar bahwa kakek dari pihak ayah saya pernah bermain biola tetapi tidak tahu apakah dia seorang musisi profesional atau bukan. Kecintaan saya pada dunia musik klasik tumbuh ketika saya berada di lingkungan gereja dan melayani sebagai pemain musik sejak kecil. Dari situlah saya ingin mempelajari musik lebih mendalam. Setelah menempuh semua pendidikan formal yang saya jalani bahkan hingga ke luar negeri, saya akhirnya kembali ke Indonesia dan memutuskan ingin menjadi dosen,” kata Sarah.

Beragam pengalaman dan ilmu yang telah Sarah dapatkan pun ia terapkan ke dalam metode-metode pembelajaran untuk mahasiswanya. Menurutnya, kunci dari penampilan paduan suara yang baik harus sudah dibangun di masa latihan.

“Menjadi seorang konduktor tidak hanya tentang melakukan gerakan fisik, tetapi juga menghadirkan energi yang mampu menghantarkan maksud dan tujuan lagu kepada para penyanyi, sehingga pesan lagu dapat sampai ke hati pendengar. Saya terus belajar dan mengasah kemampuan conducting hingga saat ini, dan saya menerapkannya dalam metode pembelajaran saya,” terang Sarah.

Bagi Sarah, potensi karier di dunia musik masih terbuka lebar. Namun menurutnya, untuk menjadi musikus yang handal perlu memiliki latar belakang pendidikan formal. Maka dari itu, Sarah memilih UPH sebagai langkah awal pendidikan formalnya di bidang musik. Sarah mengaku, ilmu yang didapatkan di pendidikan formal berbeda dengan pendidikan non-formal seperti kursus atau les musik biasa. Ilmu yang didapatkan di pendidikan formal jauh lebih komprehensif dan mendalam, dan tidak hanya melatih hard skills saja melainkan juga soft skills seperti communications skill, leadership, dan event management.

Di masa depan, ia berharap dunia musik di Indonesia dapat semakin maju dan berkembang, terutama di bidang musik klasik. Ia juga berharap agar generasi muda yang hendak meniti karier bermusik untuk selalu konsisten, disiplin, serta giat membangun network seluas-luasnya.

“Selalu tanamkan konsistensi dan kedisiplinan dalam diri jika mau serius dalam bermusik. Nilai-nilai itu yang saya pegang dalam diri dan selalu saya ajarkan kepada anak didik. Selain itu, perbanyak menjalin kerja sama dengan orang lain apa pun latar belakangnya, niscaya ke depannya kita akan membutuhkan mereka untuk melakukan kolaborasi yang keren,” tutur Sarah.

Conservatory of Music UPH

Program Studi Musik UPH berkomitmen melahirkan para pelaku seni, pemimpin, dan produser berkelas dunia dalam industri musik. Dengan kurikulum yang kuat, para mahasiswa akan menjadi musisi profesional dan handal yang juga memahami tujuan musik. Bagi kamu yang ingin menjadi musisi handal, CoM UPH siap memberikan pendidikan musik berkualitas dan berstandar internasional. UPH siap memperlengkapi mahasiswa untuk menjadi profesional yang membawa transformasi dan dampak bagi sekitar. Ayo, daftar ke UPH Sekarang! Informasi lebih lanjut hubungi 0811-1709-901 atau daftar di sini.