?Jangan berkata sekehendaknya saja,? katanya dalam seminar ?Communicating in Global Perspective?, sebagai bagian dari UPH Festival di Grand Chapel, Karawaci, Tangerang (20/8).
?Jangan berkata sekehendaknya saja,? katanya dalam seminar ?Communicating in Global Perspective?, sebagai bagian dari UPH Festival di Grand Chapel, Karawaci, Tangerang (20/8).
Juru bicara kepresidenan, Dr. Andi Malaranggeng, mengatakan setiap orang sekarang memiliki hak untuk membicarakan dan menyuarakan opini mereka. Namun, ia menekankan hal yang terpenting adalah pesan yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan kredibilitas pembicaranya. ?Jangan berkata sekehendaknya saja,? katanya dalam seminar ?Communicating in Global Perspective?, sebagai bagian dari UPH Festival di Grand Chapel, Karawaci, Tangerang (20/8).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Prof. Tjipta Lesmana, sebagai moderator, yang mengkritik seorang pegawai pemerintahan mengolok-olok singkatan FISIP yang merupakan kepanjangan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menjadi Fakultas Ilmu Santet dan Ilmu Pelet.
Dalam pidato umum yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa baru UPH dan staff akademik, Andi mengatakan, di saat semuanya dapat berkomunikasi, pentingnya komunikasi itu sendiri harus dijelaskan.
?Komunikasi yang kita lakukan sehari-hari hanya dianggap lalu begitu saja padahal faktanya, kita harus pintar dalam berkomunikasi atau tidak kesalahpahaman akan terjadi,? katanya.
Ia juga menjawab pertanyaan dari seorang mahasiswa mengenai kesulitan yang ia hadapi sebagai juru bicara kepresidenan. Kesulitan terbesarnya adalah, menurutnya, untuk memastikan apakah yang sudah dikatakan di publik sudah benar.
Tantangan lainnya adalah ia harus mengerti batas antara kewenangan juru bicara kepresidenan dan kewenangan presiden sendiri. ?Kewenangan juru bicara tidak pernah boleh melewati kewenangan presiden,? jelasnya.
Andi Malarangeng mendapat sambutan hangat dari Jonathan L. Parapak, Rektor UPH pada akhir seminarnya. Sebelum memberikan tanda terima kasih, Parapak mengatakan Andi Malaranggeng akan menjadi salah satu dosen di Fakultas Ilmu Politik UPH ke depannya.
Di hari yang sama, mahasiswa UPH juga berkesempatan untuk mendegar pidato Gubernur Jakarta, Dr-Ing Fauzi Bowo dengan topik ?Jakarta in Global Perspective? dalam serangkaian kegiatan UPH Festival yang ditutup kemarin.
Dipanggil akrab dengan nama Bang Fauzi, ia mengatakan tingkah laku warga Jakarta sekarang ini masih terlihat tidak peduli dengan kotanya yang merujuk pada kebiasaan buang sampah sembarangan.
Ia lalu membahas masalah yang dihadapi kota ini sebagai ibukota Indonesia yaitu ketidakseimbangan antara rasio populasi dan lahan.
Masalah utama adalah kepadatan penduduk, mengutip data populasi di Jakarta pada malah hari yaitu 9.5 juta penduduk namun di siang hari meledak menjadi 11 juta. Ia juga menjelaskan kepadatan penduduk Jakarta telah mencapai 15.000 orang/km2 bahkan di beberapa tempat telah mencapai 40.000 orang/km2.
Masalah kedua adalah kepadatan lalu lintas. Ia menyebutkan penggunaan kendaraan pribadi yang sudah membuat jalanan semakin macet dan akhirnya hanya menambah kerumitan dari masalah lama ini.
Sebagai pemecahannya, ia sudah mendirikan transportasi massal seperti busway dan kereta komuter. Fauzi juga sudah merencanakan pembangunan subway dan jalan layang bertingkat seperti yang ada di Tokyo, Jepang.
Masalah terakhir adalah banjir. Fauzi menjelaskan penyebab dari masalah musiman ini adalah hampi 40% area di Jakarta berada di bawah permukaan air, dan ditambah dengan 13 sungai yang mengalir melalui Jakarta yang akhirnya membuatnya menjadi kolam besar.
UPH Festival berlangsung selama lima hari dan berakhir pada hari Rabu (20/8). Beberapa figur ternama datang menyampaikan pidatonya selama dua hari. Acara tahunan ini juga dihiasi dengan pameran dan kompetisi olahraga dan seni.
CampusAsia/Hermanto Lim