28/05/2009 Uncategorized
Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH-UPH) adakan seminar berjudul ?Peningkatan Pemahaman Terhadap Sistem Perdagangan Multilateral dalam Kerangka World Trade Organization (WTO)?,
Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH-UPH) adakan seminar berjudul ?Peningkatan Pemahaman Terhadap Sistem Perdagangan Multilateral dalam Kerangka World Trade Organization (WTO)?,
Lippo Village (26/5) ? Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH-UPH) adakan seminar berjudul ?Peningkatan Pemahaman Terhadap Sistem Perdagangan Multilateral dalam Kerangka World Trade Organization (WTO)?, Selasa (26/5). Seminar ini membahas permasalahan-permasalahan perdagangan internasional Indonesia serta penyelesaiannya.
Direktur Perdagangan, Perindustrian, Investasi, dan HKI, Ditjen Multilateral, Departemen Luar Negeri RI, Asianto Sinambela; Penasehat Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional Bidang Jasa, Adolf Warouw; serta dosen FH-UPH, Jessica Los Banos menjadi pembicara dalam seminar ini.
Dalam seminar ini, Sinambela mengaitkan globalisasi dan liberalisasi dengan dunia perdagangan multilateral. Menurutnya, adanya globalisasi menjadikan ekspansi perdagangan multilateral lebih luas dan oleh karenanya, Indonesia, yang tidak luput dari perdagangan multilateral-pun mendapatkan lebih banyak permintaan untuk membuka pasar lebih besar.
Sinambela menyatakan, Indonesia pada dasarnya siap memperluas pasar selama pertumbuhan sosial ekonomi dan infrastruktur juga ditingkatkan. Ia menyatakan, salah satu menyiasati perluasan pasar adalah dengan dua hal, regulasi dan re-regulasi sistem perdagangan multilateral.
?Kita lihat, jika belum punya regulasi, ciptakan. Jika sudah punya, marilah lihat sudah atau belum regulasi tersebut mengakomodir kepentingan nasional serta menarik investor luar berinvestasi di Indonesia. Jika ternyata belum, kita lihat lagi apa yang membuat mereka belum mau,? ungkapnya.
Hal lain yang harus dilakukan, menurut Sinambela, adalah penyesuaian sistem perdagangan domestik Indonesia dengan sistem perdagangan multilateral berstandard internasional yang disepakati World Trade Organization (WTO). Sistem ini seharusnya dijadikan landasan bagi Indonesia dalam menyesuaikan kedua sistem perdagangan tersebut.
Adolf Warouw, yang juga berbicara dalam seminar ini, menambahkan pernyataan Sinambela dengan menegaskan bahwa Indonesia baru bisa berhasil menyesuaikan sistem perdagangannya dengan sistem perdagangan multilateral WTO jika melihat seberapa besar kesiapan menghadapi ekspansi pasar akibat globalisasi, yang seringkali mengarah kepada liberalisasi,
?Yang terbaik adalah bagaimana kita siasati liberalisasi itu dan menyesuaikan dengan sistem pasar kita, bukan menolaknya. Jangan anggap liberalisasi sebagai isu negatif,? ungkapnya.
Warouw dan Sinambela sama sama sepakat bahwa sebelum menyesuaikan sistem perdagangan dan memperluas pasar, Indonesia perlu membenahi diri dalam berbagai permasalahan perdagangan multilateralnya kini, mulai dari praktik perdagangan yang tidak adil hingga kebijakan-kebijakan pemerintah yang menghambat akses pasar.
?Praktik perdagangan seperti illegal trading yang mencakup penyelundupan, pembajakan, dan transhipment, lalu juga kebijakan pemerintah seperti tariff escalation, tarriff rate quota, dan tarriff preferences, harus dibereskan dahulu sebelum negara kita tingkatkan perluasan pasar kita,? ungkap Sinambela.
Meskipun banyak yang harus dibenahi, Warouw menyatakan yakin Indonesia mampu menjadi negara yang memiliki pasar yang berpotensial tinggi, serta menjadi kompetitor yang kuat bukan saja bagi negara-negara berkembang, namun juga negara-negara maju. (Johanna)
UPH Media Relations