NEWS & PUBLICATION

TEDxUPH 2025: Ajak Mahasiswa Berani Berinovasi dan Berdampak lewat Teknologi

11/07/2025 Other, Sains, Teknologi, Teknik & Matematika

TEDxUPH 2025: Ajak Mahasiswa Berani Berinovasi dan Berdampak lewat Teknologi

Di era di mana teknologi ikut membentuk cara hidup dan berpikir manusia, bukan lagi alat bantu semata, mahasiswa dituntut tak hanya mengikuti arus, tapi juga memimpin perubahan. Menjawab tantangan ini, Universitas Pelita Harapan (UPH) melalui BEM menghadirkan TEDxUPH 2025 bertema “Vanguard: The Next Wave”, yang akan digelar pada 3 Juli 2025 di Auditorium MYC-MPR, UPH Lippo Village. Tema ini mengajak generasi muda melihat teknologi bukan sekadar alat efisiensi, melainkan sarana untuk menciptakan kreativitas dan inovasi berdampak.

TEDxUPH 2025 menghadirkan tiga narasumber inspiratif dari latar belakang dan pendekatan yang berbeda, namun memiliki visi yang sama: memberdayakan generasi muda agar menjadikan teknologi sebagai medium pertumbuhan dan dampak positif. Mereka adalah Jason Nathanael, Founder Macro Journal sekaligus kreator konten investasi; Okky Putra Barus, S.Kom., M.M., M.T.I., Ketua Program Studi (Kaprodi) Sistem Informasi UPH Kampus Medan; serta Samuel Christ, kreator konten dan Co-Founder Seefluencer.

Teknologi adalah Akses, Bukan Sekadar Kecanggihan

Jason Nathanael menekankan bahwa teknologi bukan hanya soal kecanggihan, tapi juga harus mempermudah hidup dan dapat diakses oleh semua kalangan. Mengutip data APJII 2024, ia menyoroti bahwa meski 79% masyarakat Indonesia sudah terhubung internet, belum semuanya memanfaatkannya secara optimal. Hal ini tidak berarti semua orang paham cara menggunakannya dengan bijak.

Sebagai edukator digital, Jason percaya bahwa setiap orang bisa berkontribusi dalam transformasi digital—bahkan lewat hal sederhana. Melalui gaya khasnya, “jelasin investasi kayak anak SD”, ia menghadirkan edukasi keuangan yang ringan, dekat, dan mudah dipahami siapa pun.

“Ketika kita membantu orang mengisi formulir online, menjelaskan cara pakai aplikasi, atau membuat konten edukatif yang mudah dipahami, itu juga bentuk nyata dari transformasi digital yang inklusif,” ujarnya Jason.

Pendidikan Harus Ikut Bergerak

“Teknologi, termasuk AI, bukan lagi sesuatu yang sulit dijangkau. Siapa pun bisa mengaksesnya dengan mudah. Namun yang perlu diingat, teknologi bukan untuk menggantikan manusia, melainkan membantu kita jadi lebih baik. Pertanyaannya bukan lagi ‘apakah teknologi akan mengambil alih peran kita?’, melainkan ‘apakah kita siap tumbuh bersama teknologi?’. Dunia akan selalu berubah, dan orang yang mau terus belajar akan lebih siap menghadapi masa depan,” ujar Okky Putra Barus.

Dalam sesi bertajuk “Education and Technology: Preparing Future-Ready Graduates”, Okky menyoroti pentingnya penyesuaian sistem pendidikan di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Ia menegaskan bahwa kecanggihan teknologi bukan ancaman, melainkan peluang untuk bertumbuh.

Ia mengakui bahwa kekhawatiran mahasiswa terhadap relevansi ilmu yang dipelajari merupakan hal yang wajar, terlebih di tengah meningkatnya angka pengangguran lulusan perguruan tinggi dalam satu dekade terakhir. Oleh karena itu, Okky mendorong mahasiswa untuk mulai membekali diri dengan lima keterampilan utama: kemampuan kognitif, sosial dan komunikasi, empati dan spiritualitas, kesehatan mental, serta kesehatan fisik.

Konten Adalah Mata Uang Baru

“Di era sekarang, perhatian publik adalah mata uang. Konten menarik bukan lagi strategi, tapi kebutuhan. Jangan tunggu modal datang, yang lebih penting adalah keberanian untuk memulai,” tegas Samuel Christ.

Pernyataan ini merangkum filosofi yang ia pegang selama delapan tahun membangun karier sebagai kreator konten—perjalanan yang dimulai tanpa modal sepeser pun. Salah satu pencapaian paling berkesan adalah ketika ia dibayar Rp60 juta untuk satu unggahan konten. Momen tersebut menjadi titik balik yang mengubah pandangannya bahwa kesuksesan tidak harus dimulai dengan uang, melainkan keberanian untuk melangkah.

Selama bertahun-tahun, Samuel konsisten menciptakan konten di YouTube, Instagram, dan TikTok, membahas topik-topik seperti bisnis, investasi, motivasi, dan pengembangan diri. Langkah kecil yang ia ambil di awal menjadi fondasi bagi perubahan besar dalam hidupnya.

Menurutnya, keberhasilan bukan bergantung pada bakat atau modal besar, tetapi ditentukan oleh tiga hal utama: keberanian untuk memulai, tujuan yang jelas, dan keyakinan pada diri sendiri. Ia juga menekankan pentingnya memahami attention economy—di mana kemampuan menarik perhatian publik menjadi kunci utama untuk bertahan dan berkembang di era digital.

TEDxUPH 2025 menunjukkan bahwa teknologi bukan sekadar alat, tetapi sarana untuk bertumbuh, berbagi, dan menciptakan dampak positif. Melalui kisah nyata dan refleksi para pembicara, mahasiswa diajak untuk lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan zaman—menetapkan tujuan yang bermakna dan memanfaatkan kekuatan digital sebagai pendorong perubahan.

Lebih dari sekadar acara, penyelenggaraan TEDxUPH 2025 mencerminkan komitmen Universitas Pelita Harapan (UPH) dalam menghadirkan pengalaman belajar yang holistik. Pendidikan tak lagi terbatas pada ruang kelas, tetapi juga melalui ruang-ruang dialog inspiratif yang mempertemukan mahasiswa dengan para praktisi dan pemimpin di bidangnya. Melalui pengalaman ini, mahasiswa diperlengkapi untuk menjadi lulusan yang takut akan Tuhan, kompeten, dan siap membawa dampak nyata bagi masyarakat.