NEWS & PUBLICATION

Simposium Teknik Industri UPH Quo Vadis? Mau Kemana Ilmuan Indonesia?

24/10/2008 Uncategorized

Simposium Teknik Industri UPH Quo Vadis? Mau Kemana Ilmuan Indonesia?

Apa yang salah dengan budaya kita sehingga teknologi Indonesia banyak tertinggal dari dunia internasional bahkan negara-negara tetangga sekali pun? Hal ini menjadi suatu pertanyaan besar dalam kemajuan teknologi Indonesia.

Apa yang salah dengan budaya kita sehingga teknologi Indonesia banyak tertinggal dari dunia internasional bahkan negara-negara tetangga sekali pun? Hal ini menjadi suatu pertanyaan besar dalam kemajuan teknologi Indonesia.


Ki-ka: Prof. Tjia May On, perwakilan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Prof. Adang Surahman  dan Prof. John E. Batubara (moderator)

 

Apa yang salah dengan budaya kita sehingga teknologi Indonesia banyak tertinggal dari dunia internasional bahkan negara-negara tetangga sekali pun? Hal ini menjadi suatu pertanyaan besar dalam kemajuan teknologi Indonesia.

 

?Jikalau kita mendatangkan ahli kurikulum dari negara paling maju pun, Indonesia akan tetap demikian, maka ada sesuatu yang melebihi pengetahuan untuk mencerdaskan bangsa ini?, tegas Prof. Tjia May On dari ITB yang diakui dunia sebagai satu dari enam profesor Indonesia yang mendapat pengakuan internasional.

 

Bukan hanya dari pengetahuan yang diimplementasikan dalam kurikulum yang akan dapat memperbaiki bangsa ini tetapi dari pembangunan budaya sumber manusia yang sadar akan pentingnya riset sehingga menomor duakan kepentingan materil.

 

?Indonesia punya sangat banyak sumber kekayaan yang dapat digali dan dikembangkan, jikalau kita keluar rumah pun, kita langsung dapat melihat apa yang bisa kita teliti?, ujar Prof. Zaenal Bachrudin sebagai Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Untuk dapat menggali lebih dalam tentang sumber kekayaan Indonesia perlu diberikan penghargaan khusus kepada yang memiliki kesadaran riset. Dengan dimulai dari menghargai orang yang menghasilkan, maka orang yang bercita-cita sebagai ilmuan tidak akan memiliki cita-cita lain yang lebih menjamin hidupnya.

 

?Kekuatan Indonesia berada di satuan keilmuan, sehingga para ahli dapat memberikan spesifikasi?, ujar Prof. Adang Surahman sebagai Guru Besar teknik sipil ITB.

 

Naiknya gaji profesor-profesor Indonesia yang telah diprogramkan pemerintah bukan jawaban untuk kemajuan riset Indonesia. Kekuatan riset harus dimulai dari diri para periset, seperti yang diungkapkan oleh Prof. Tjia May On. Beliau mengatakan, ?saya tidak pernah menyesal menjadi periset, saya sudah sering pergi ke pelosok Indonesia untuk membagikan pengetahuan dengan dibayar hanya satu juta dimana seharusnya seorang profesor dibayar lebih dari sepuluh juta.?

 

Diskusi panel yang diadakan di kampus UPH pada tanggal 23 Oktober 2008 ini mengambil kesimpulan perlunya perhatian khusus kepada riset-riset Indonesia sehingga iklim keilmuan Indonesia manjadi baik sehingga masyarakat yang cerdas dapat menjadi jaringan pengaman sosial yang baik untuk pemerintahan. (Eko)
 
 

UPH Media Relations