26/05/2009 Uncategorized
description
Structured teaching adalah metode penanganan yang melatih kemandirian para penderita autisme melalui pemahaman makna secara structural.
Esther Susabda (kanan) dan timnya pada seminar dan workshop Autism di UPH
Lippo Village (22/5) ? Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan (UPH) mengundang ahli psikologi dan konseling dari Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII), Esther Susabda beserta tim untuk adakan seminar dan workshop tentang autisme pada anak-anak. Dalam seminar ini, Susabda memperkenalkan pendekatan structured teaching sebagai metode penanganan autisme.
Structured teaching adalah metode penanganan yang melatih kemandirian para penderita autisme melalui pemahaman makna secara structural. Metode ini tidak dipastikan dapat menyembuhkan, namun bertujuan untuk membuat para penderita autis tampak lebih normal.
Metode Structured Teaching merupakan bagian dari program Treatment and Education of Autistic and related Communication Handicapped Children (TEACCH) yang dikembangkan di University of North Carolina, Chapel Hill, US. Program yang dicetuskan oleh ahli psikologi Erich Schopler dan Robert Riechler ini mengutamakan empat hal utama: struktur ruangan, jadwal, sistem belajar, dan instruksi visual, dalam pelatihan dan penanganan anak-anak penderita autisme.
?Structured teaching adalah pendekatan yang mementingkan friendliness dan predictability. Metode ini memberikan pemahaman bagi para penderita autis akan apa yang diharapkan masyarakat tanpa diiringi dengan paksaan. Anak ketika menikmati apa yang ia pelajari akan mengerti,? ungkap Susabda.
Melengkapi pernyataan Susabda, staf pengajar Fakultas Psikologi UPH, Esther Kurniawan, menyatakan tiga hal yang menjadi keistimewaan metode ini yaitu friendliness, pembelajaran yang terstruktur, dan melatih kemandirian.
?Penderita autisme biasanya mengalami kekurangan dalam keterampilah berbahasa dan bersosialisasi. Metode ini menciptakan kondisi nyaman dimana anak-anak dapat mengatasi kendala itu tanpa merasa takut atau cemas,? ungkapnya.
Seminar yang berlangsung sejak Kamis (21/5) hingga Sabtu (23/5) ini mengundang para peserta untuk membawa anak-anak mereka yang memiliki gejala autisme untuk langsung mempraktekkan structured teaching selama dua jam dalam workshop-workshop yang sudah dipersiapkan.
Ruangan workshop ditata berdasarkan konsep ?structured room? dimana ruangan dibagi menjadi beberapa bagian seperti play area, ruang makan, group activity area, dan individual area.
?Penataan ruangan seperti ini akan membuat para penderita autisme melakukan hal-hal secara berurutan, organized, dan terjadwal. Ini akan memudahkan mereka karena pada umumnya para penderita terobsesi dengan konsistensi dan akan sangan bingung bahkan marah ketika ada perubahan,? ungkap Susabda. (jo)
UPH Media Relations