NEWS & PUBLICATION

Seminar ?Perang Media dalam Kampanye Pemilihan Presiden RI?

30/06/2014 Uncategorized

Seminar ?Perang Media dalam Kampanye Pemilihan Presiden RI?

image

Kampanye pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia yang sedang berlangsung hinga 5 Juli 2014, menarik perhatian berbagai kalangan. Termasuk para akademisi dan mahasiswa. Maraknya pemberitaan jelang Pilpres yang sangat kental akan keberpihakan media terhad

 

img 1405

Sekitar 100 peserta menghadiri seminar ?Perang Media dalam Kampanye Pilpres?

Kampanye pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia yang sedang berlangsung hinga 5 Juli 2014, menarik perhatian berbagai kalangan. Termasuk para akademisi dan mahasiswa. Maraknya pemberitaan jelang Pilpres yang sangat kental akan keberpihakan media terhadap partai politik tertentu. Keberpihakan inilah yang mengakibatkan bias dan muara akhirnya adalah pemberitaan negatif terhadap pasangan lawan yang memang bukan dari kubunya. Berangkat dari latarbelakang tersebut, Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UPH mengadakan sebuah seminar berjudul “Perang Media dalam Kampanye Pilpres” pada tanggal 23 Juni 2014. Seminar ini menghadirkan oleh enam pembicara dengan latar belakang pengamat politik, jurnalis dan akademisi.

 

Sesi pertama menghadirkan tiga pembicara, Prof. Indria Samego (LIPI), Prof Aleksius Jemadu (FISIP UPH) dan Dr. Victor Silaen (FISIP UPH), dengan Dr. Benedictus Arnold S. Sebagai moderator. Sesi pertama diawali dengan penampilan stand-up comedy yang dibawakan oleh mahasiswa Teachers College. Komedi ini dibawakan dengan menarik dan mampu membangun suasana untuk masuk topik seminar.

 

Setiap Pembicara membawa topik mereka sendiri-sendiri untuk dipresentasikan pada seminar. Prof. Aleksius Jemadu, membawakan topik ?Kampanye Damai dalam Perpektif Kristiani.? Menurutnya, kita tidak seharusnya melakukan perang ataupun kampanye hitam. Setiap kandidat harus bertanding secara adil dan kita harus melakukan kampanye damai. ?Kita harus memiliki pengertian yang benar mengenai politik dan kampanye. Kenapa? Karena pengertian itu akan memberi pengaruh dan efek kepada segala sesuatu yang kita lakukan yang berhubungan dengan poitik,? jelasnya. Prof. Aleksius menyatakan bahwa kampanye damai dan pengertian yang benar mengenai ?kekuasaan? oleh para kandidat sangatlah penting. ?Apabila kekuasaan menjadi sebuah ambisi pribadi, maka akan selalu ada godaan untuk menggunakan segala cara untuk menjadi pemenang,? jelasnya mengenai pentingnya kampanye damai.

 img 1399

Prof. Indria Samego menjelaskan latar belakang ‘black campaign’

 

 

 img 1416

Pembicaa sesi pertama : Prof. IndriaSamego (LIPI), Prof. Aleksius Jemadu (FISIP UPH) and Dr, Drs Victor Silaen, M.A.

Pembicara sesi kedua, Budiarto Shambazy (Jurnalis Seinor Kompas), Adirtya L. Jono (Redaktur Pelaksana Suara Pembaruan) dan Dr. Emrus (FISIP UPH), segera memulai seminar setelah istirahat singkat.

img 1436

 Budiarto Shambazy membagikan pengalamannya selama menjadi seorang jurnalis pada saat rezim Soeharto

Budiarto Shambazy, seorang jurnalis senior, membagikan pengalamannya selama masa pemerintahan Suharto dan bagaimana media dikuasai oleh partai-partai politik pada masa itu. ?Ketika itu, saya sudah bekerja sebagai seorang jurnalis, dan saya menulis laporan tentang pemilihan presiden. Waktu itu, tidak ada kebebasan media, kami masih diatur dan dipengaruhi para politisi. Saya ingat ketika para jurnalis diperintahkan agar berkumpul untuk sebuah pengarahan mengenai liputan kampanye. Pada waktu itu, Jendral Wiranto meminta kami untuk berkumpul mengelilingi sebuah meja, ia menaruh senjatanya dan meletakkannya di atas meja. ?Saya pikir kalian semua sudah tahu apa yang kalian bisa dan tidak bisa lakukan? Wiranto berkata, apa yang ia lakukan adalah mengirim pesan kepada semua jurnalis untuk tidak menulis apaun yang beresiko atau memiliki dampak negatif terhadap Suharto dan kampanyenya, atau anda tahu apa yang akan terjadi,? kenangnya.

 

Setiap akhir sesi, moderator mengijinkan penonton untuk mengajukan pertanyaan kepada para pembicara. Salah satunya adalah Clarissa, seorang mahasiswi jurusan komunikasi. Ia bertanya apakah kepemilikkan media oleh politisi melanggar peraturan dalam kode etik jurnalistik. Menanggapi pertanyaan tersebut, Aditya L. Jono menjelaskan dengan pengertian pemberitaan yang seimbang. ?Yang dinyatakan dalam kode etik jurnalistik adalah bagaimana melaporkan berita yang seimbang. Jadi pertanyaannya adalah apa yang dimaksud seimbang? Apakah 60-40 atau 90-10, setiap media memiliki pengertiannya masing-masing mengenai berita yang seimbang. Jadi hingga hari ini, mengenai apakah berita pada media yang dimiliki politisi melanggar kode etik jurnalistik atau tidak, jawabannya masih berada di area ?abu-abu?,? jawabnya. (sha/seli)

 

img 1428  img 1451-1 

(kiri) Dr. Benedictus Arnold S, Rose Emaria Tarigan, Dr, Drs Victor Silaen, M.A. , Prof. Aleksius Jemadu,dan Jonathan L. Parapak (kanan) Dr. Benedictus Arnold S, Rose Emaria TariganDr. Emrus , Aditya L. Jono, Budiarto Shambazy,dan Prof. Aleksius Jemadu

 UPH Media Relations