NEWS & PUBLICATION

Bukan Sekadar Soal Keuntungan, UPH Dorong Literasi Keuangan Berlandaskan Iman Kristen 

28/11/2025 Other

Bukan Sekadar Soal Keuntungan, UPH Dorong Literasi Keuangan Berlandaskan Iman Kristen 

Di tengah derasnya gaya hidup konsumtif di era digital, kesadaran untuk mengelola keuangan secara bijak menjadi kebutuhan yang semakin mendesak. Godaan belanja daring, kemudahan akses pinjaman online, hingga tuntutan gaya hidup modern sering kali membuat banyak orang kehilangan arah dalam mengatur keuangan pribadi. Namun dalam perspektif iman Kristen, mengatur keuangan tidak hanya soal kecakapan finansial, melainkan juga bentuk tanggung jawab spiritual sebagai pengelola berkat Tuhan. 

Menjawab kebutuhan tersebut, The Johannes Oentoro Library (JOL) Universitas Pelita Harapan (UPH) menyelenggarakan seminar daring bertajuk “Literasi Keuangan dan Kekristenan: Bijak Mengelola Berkat dari Tuhan” pada 7 November 2025. Acara ini menjadi pembuka rangkaian Library Annual Event (Libanev) 2025/2026 yang mengusung tema “Fortuna Financia”. 

Dipandu oleh Dr. Yanuard Putro Dwikristianto, S.E., S.Kom., M.Pd., Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPH, seminar ini menghadirkan dua narasumber: Dr. (Cand.) Hendra Thamrindinata, S.Si., M.Div., MA, Associate Vice President of Faith and Learning UPH, dan Dr. Kim Sung Suk, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UPH.  

Keduanya membahas bagaimana prinsip iman dapat menjadi dasar dalam pengelolaan keuangan yang bijak dan bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Dari diskusi ini, ada lima gagasan utama yang dapat menjadi panduan praktis dalam menghadapi tantangan finansial masa kini. 

  1. Menyadari Peran sebagai Penatalayan, Bukan Pemilik 

Dalam perspektif iman Kristen, harta bukanlah milik pribadi yang dapat digunakan sesuka hati, melainkan amanat yang dipercayakan Tuhan. Hendra menjelaskan bahwa sebagai pribadi yang diciptakan menurut Imago Dei (Gambaran Allah), manusia memiliki dua peran utama: Steward of Creation (Penatalayan Ciptaan), yakni mengelola sumber daya dengan tanggung jawab; dan Priest of Creation (Imam Ciptaan), yaitu menjadi saluran berkat bagi sesama. 

“Kesadaran sebagai penatalayan adalah dasar dari setiap keputusan finansial seorang Kristen. Pemahaman ini menolong kita melihat harta bukan sebagai sumber identitas atau keamanan, tetapi sebagai kesempatan untuk memuliakan Tuhan melalui cara kita mengelolanya. Setiap penggunaan harta harus mencerminkan ketaatan dan kehendak-Nya,” ujar Hendra. 

  1. Memahami Dasar Literasi Keuangan: Bunga, Inflasi, dan Diversifikasi 

Pengelolaan keuangan yang sehat dimulai dari pemahaman atas konsep dasar ekonomi. Kim Sung Suk menjelaskan tiga hal penting yang harus dipahami setiap individu: bunga, yang menggambarkan imbal hasil dari tabungan atau investasi; inflasi, yang menunjukkan penurunan nilai uang akibat kenaikan harga; dan diversifikasi, yaitu strategi mengurangi risiko dengan menyebar aset. 

Tanpa pemahaman yang baik atas ketiga hal ini, seseorang akan sulit membuat keputusan finansial yang bijak di tengah kompleksitas dunia ekonomi modern. 

  1. Menjalani Hidup dengan Prinsip: Simplicity, Contentment, Generosity 

Hendra menjelaskan ada tiga sikap yang menjadi kunci dalam menghadapi gaya hidup konsumtif masa kini. Kesederhanaan (Simplicity) menuntun kita untuk hidup sesuai kebutuhan dan tidak terikat pada keinginan berlebih. Rasa cukup (Contentment) menumbuhkan syukur dan kedamaian dalam mengelola berkat yang ada. Sementara kedermawanan (Generosity) mengingatkan bahwa kekayaan sejati terwujud ketika kita mau berbagi dan menjadi saluran berkat bagi sesama. 

  1. Cermat Menghadapi Risiko di Era Digital 

Kemajuan teknologi finansial membawa banyak kemudahan, namun juga menghadirkan risiko yang tidak boleh diabaikan. Salah satu contohnya adalah maraknya layanan pinjaman online. Saat ini sekitar 18 juta penduduk Indonesia tercatat pernah menggunakannya, angka yang lebih tinggi dari jumlah investor saham aktif. Fakta ini menunjukkan rendahnya literasi keuangan digital dan mudahnya seseorang mengambil keputusan finansial tanpa memahami konsekuensi, termasuk keamanan platform yang digunakan. Tidak semua layanan pinjaman online aman, terutama yang tidak terdaftar atau diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Kim menekankan bahwa kemudahan ini harus diiringi kecakapan memahami risiko. Banyak masyarakat terjebak pinjaman online bukan karena kebutuhan semata, tetapi karena kurang memahami cara kerja platform digital. “Melek finansial hari ini berarti juga melek digital. Tanpa kemampuan membaca risiko teknologi, keputusan ekonomi kita mudah diarahkan oleh kenyamanan semu yang sebenarnya merugikan,” ujarnya Kim. 

  1. Berinvestasi dengan Prinsip Tanggung Jawab Sosial 

Kim juga menjelaskan bahwa investasi tidak hanya dilakukan hanya untuk meraih keuntungan, tetapi juga menjadi sarana mewujudkan tanggung jawab moral. Melalui konsep Socially Responsible Investing (SRI), yaitu pendekatan investasi yang mempertimbangkan praktik etis, keberlanjutan, serta dampak sosial dari sebuah perusahaan. Prinsip ini sejalan dengan nilai-nilai iman Kristen, yang mengajak individu untuk memastikan bahwa setiap keputusan finansial membawa kebaikan, bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi masyarakat. Dengan demikian, keputusan investasi bukan semata soal profit, tetapi kontribusi nyata bagi kesejahteraan dan keadilan sosial. 

Menegaskan Makna Iman dalam Pengelolaan Keuangan 

Pengelolaan keuangan yang berlandaskan iman bukan sekadar keterampilan finansial, tetapi wujud ketaatan dan tanggung jawab sebagai pengelola berkat Tuhan. Setiap keputusan ekonomi mencerminkan nilai yang kita hidupi, apakah didorong oleh keserakahan atau oleh rasa syukur dan kasih. 

“Ketika kita menempatkan Tuhan sebagai pusat, maka cara kita menggunakan uang pun menjadi bentuk penyembahan,” ujar Hendra. 

Sementara itu, Kim menambahkan, uang juga harus menjadi sarana melayani sesama, bukan sekadar mengejar kenyamanan pribadi. 

Seminar ini menunjukkan bagaimana UPH mendorong mahasiswa memahami literasi keuangan yang berlandaskan iman. Hal ini sekaligus menegaskan komitmen pendidikan holistik yang membentuk lulusan yang takut akan Tuhan, unggul, dan berdampak bagi sesama.