02/12/2025 Other, Sains, Teknologi, Teknik & Matematika
Di tengah laju pesat perkembangan Artificial Intelligence (AI) yang mengubah wajah pendidikan, industri, dan layanan publik, generasi muda Indonesia sedang berada di garis depan transformasi. Hasil Global Student Survey 2025 dari Chegg menunjukkan bahwa 95% mahasiswa Indonesia kini memanfaatkan AI—dari menyelesaikan tugas kuliah hingga merancang masa depan mereka. Dunia kerja pun menuntut lebih: adaptabilitas, pemikiran kritis, kreativitas, dan literasi digital yang kuat.
Semangat inilah yang menghidupkan acara “Kick Andy Goes to Campus” pada 19 November 2025 di Auditorium Gedung D lantai 5 (D-501), Universitas Pelita Harapan (UPH), Kampus Lippo Village, Karawaci. Dipandu langsung oleh jurnalis dan presenter ternama Andy F. Noya, acara ini berhasil menarik lebih dari 400 peserta yang antusias menyimak tema “Dare to Create, Ready to Impact”—ajakan bagi anak muda untuk berani berinovasi dan memanfaatkan AI sebagai alat untuk menciptakan dampak nyata.
Tiga narasumber inspiratif turut membagikan pandangan mereka. Anjas Maradita, AI Content Creator, Video Maker, sekaligus CEO perusahaan teknologi dan alumni Teachers College UPH 2014, membuka sesi dengan kisah perjalanan karier kreatifnya. Hadir pula Dr. Stephanie Riady, B.A., M.Ed., Direktur Eksekutif Pelita Harapan Group dan Presiden UPH, yang menekankan pentingnya karakter dan literasi teknologi. Sementara Ari Sondang Widyanto Sibarani, Vice President Network Digitalization and Security Telkomsel, memberikan perspektif tentang inovasi dan keamanan digital dalam industri telekomunikasi.
Dari Panti Asuhan hingga CEO Teknologi
Perjalanan hidup Anjas Maradita menjadi inspirasi bagi banyak anak muda. Tumbuh dalam keluarga sederhana di Sumatera Selatan dan Lampung, ia menjalani masa kecil yang penuh tantangan. Ibunya bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, sehingga Anjas harus tinggal di panti asuhan sejak SMP. Meski berada dalam keterbatasan, semangat belajarnya tidak pernah surut. Ia berjualan keripik hingga donat untuk mendapatkan uang saku, yang kemudian ia gunakan untuk mengakses warung internet (warnet). Di tempat inilah kecintaannya pada videografi dan teknologi mulai tumbuh.
Berkat ketekunannya, setelah lulus SMA Anjas berhasil meraih beasiswa penuh di UPH. Tidak hanya fokus belajar, selama menempuh studi ia pun mulai mengembangkan Daunnet, platform media Indonesia yang mengulas produktivitas berbasis AI, teknologi, NFT, industri, dan bisnis. Ketertarikannya pada AI telah muncul sejak 2021, jauh sebelum teknologi ini menjadi tren global. Kini, Anjas dikenal sebagai seorang technology evangelist dengan berbagai inisiatif seperti Pekerja AI, Neuron Media, dan Nucleus Health.
Lewat pengalamannya, Anjas menjabarkan tiga level penting dalam penerapan AI bagi generasi muda. Level pertama adalah menjadi Smart AI User, yakni memanfaatkan teknologi untuk kebutuhan bisnis dan pengembangan soft skill. Pada level berikutnya, seseorang dapat berperan sebagai AI Integrator yang membantu perusahaan mengembangkan dan menerapkan berbagai solusi berbasis AI. Level tertinggi adalah AI Engineer, yaitu keahlian teknis mendalam yang dinilai paling sulit digantikan oleh teknologi.
Di akhir paparannya, Anjas berpesan bahwa minat dan passion harus disertai dengan ketekunan. Ia mengatakan, “Passion ketika sudah ditemukan, harus diamplifikasi. Kalau tidak, ia hanya menjadi bakat terpendam. Passionate yang tinggi bisa mendobrak segala keterbatasan.”
Menggunakan AI dengan Tanggung Jawab
Dalam penggunaan AI, Dr. Stephanie Riady menekankan bahwa teknologi ini harus dihadapi dengan tanggung jawab, bukan rasa takut. Setiap perubahan membawa peluang sekaligus risiko, sehingga generasi muda perlu menyikapinya secara bijak. Ia menjelaskan bahwa AI akan memengaruhi hampir seluruh sektor dan secara alami mengubah banyak jenis pekerjaan. Karena itu, UPH menyesuaikan kurikulum dengan memasukkan mata kuliah wajib terkait AI dan teknologi, serta memperkenalkannya sejak tingkat sekolah dasar di 62 sekolah di bawah Pelita Harapan Group.
“Kami ingin mahasiswa memahami AI secara mendalam dan menggunakannya secara bertanggung jawab. AI seharusnya memajukan manusia, bukan menggantikannya. Mahasiswa dan anak muda harus terus mengasah kemampuan berpikir, keterampilan, dan pendalaman di bidang masing-masing agar siap memanfaatkan kesempatan yang datang,” ujar Dr. Stephanie.
AI sebagai Alat Produktivitas
Dari sektor industri, Ari Sondang menjelaskan bahwa Telkomsel memandang AI sebagai pendorong transformasi berbasis data dan pengetahuan. Teknologi ini membantu perusahaan memperoleh masukan yang lebih akurat untuk pengambilan keputusan. Melalui program seperti AI Academy dan AI for Indonesia, Telkomsel menyediakan pelatihan, talent scouting, serta ruang kolaborasi yang mempertemukan mahasiswa, praktisi, dan pelaku industri.
“Kami ingin masyarakat tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga memahami cara kerja AI untuk meningkatkan produktivitas,” ujar Ari Sondang.
Turut hadir Maulidin Pamur Dhani, Vice President People Analytics and Enabler Management Telkomsel, yang menekankan bahwa keterampilan sosial-analitik, kemampuan memecahkan masalah, dan pendekatan multidisiplin menjadi kunci bagi lulusan agar siap menghadapi dinamika dunia kerja di era digital.
“Teknologi hanyalah alat, yang terpenting adalah bagaimana kita memanfaatkannya untuk mendukung pekerjaan dan menciptakan solusi inovatif. Mahasiswa yang mampu berpikir analitis, memecahkan masalah, dan merancang solusi akan menjadi agen perubahan yang menjawab kebutuhan masyarakat di era digital,” ucap alumni Prodi Sistem Informasi UPH angkatan 1995 ini.
Melalui diskusi dan wawasan langsung dari para pakar, acara ini menegaskan komitmen UPH dalam menghadirkan pembelajaran yang relevan dengan tuntutan era digital. Dengan pendidikan unggul, kurikulum adaptif, dan fondasi iman yang kuat, UPH mempersiapkan mahasiswa menjadi lulusan yang takut akan Tuhan, kompeten, dan siap berdampak bagi masyarakat dan bangsa.