19/09/2025 Hukum, Pencapaian
Sengketa internasional kerap menyisakan dilema yang lebih dalam daripada sekadar perebutan wilayah. Kasus fiktif “Kashmeer Island”, yang diangkat dalam Indonesia International Moot Court Competition (INTERNATION) 2025 di Universitas Airlangga, menggambarkan perebutan sebuah pulau kecil antara India dan Pakistan. Kontroversi bermula dari plebisit—mekanisme pemungutan suara untuk menentukan status politik suatu wilayah—yang menghasilkan 3.052 suara masyarakat adat. Namun, hasilnya menuai perdebatan karena dianggap minim konsultasi, berpotensi cacat prosedural, dan meragukan representasi masyarakat yang sebenarnya. Persoalan ini berkembang menjadi perdebatan lebih luas mengenai yurisdiksi Mahkamah Internasional, penerapan klausul kompromis dalam perjanjian bilateral, serta hak menentukan nasib sendiri
Didorong oleh kompleksitas isu tersebut, Anjarico Marlienardo (2024) dan Valerie Elaine Tamzil (2024) dari Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH UPH) terjun langsung menguji ketajaman analisis dan kemampuan advokasi mereka di panggung peradilan semu internasional. Hasilnya, tim FH UPH berhasil meraih Juara 3 sekaligus membawa pulang penghargaan Juara 2 Best Oralist.
“Meski ini kasus fiktif, namun terinspirasi dari sengketa nyata yang pernah terjadi. Karena itu, kami berupaya serius dalam menyusun argumen, melatih teknik advokasi, dan merancang strategi persidangan. Proses ini benar-benar mengasah mental sekaligus memperkaya pemahaman kami tentang kompleksitas hukum internasional,” ujar Anjarico.
Argumen Kritis, Perspektif Global
Dalam simulasi peradilan, tim FH UPH mengangkat dua argumen kunci. Pertama, mengenai kewenangan Mahkamah Internasional. Saat berperan sebagai pihak penggugat, mereka menegaskan bahwa syarat konsultasi telah dipenuhi. Namun, ketika berganti posisi sebagai tergugat, mereka justru menolak klaim tersebut dengan menyoroti adanya kekosongan prosedural. Kedua, mereka menggugat validitas hasil plebisit yang menghasilkan 3.052 suara, dengan menilai masyarakat adat tidak benar-benar dilibatkan secara utuh, sementara mekanisme pemungutan suara masih sarat keraguan.
Bagi Valerie, pengalaman ini melampaui sekadar ajang kompetisi. “Kompetisi ini menjadi pelajaran berharga yang memotivasi kami untuk terus mengasah kemampuan dalam peradilan semu internasional, sekaligus menumbuhkan kerja sama tim yang solid,” ungkapnya.
Buah Perjalanan Belajar yang Holistik
Keberhasilan ini tentu bukan hasil yang datang secara instan. Perjalanan panjang tim ini dipersiapkan dengan matang melalui dukungan dari Unit Kegiatan Mahasiswa International Law Moot Court Community (ILMCC) FH UPH, serta arahan dan bimbingan dari dosen-dosen hukum, yaitu Ibu Jessica Los Baños dan Dr. Michelle Limenta.
Kontribusi dari para alumni dan senior—seperti Axel Victor Christian, Geraldo Nathaniel, Davi Rafa Radhitya Pandi, Imelda Jo Anastasya, dan Jennifer Junardi Chua—juga memberikan dampak besar dalam membentuk kesiapan tim, baik dari sisi teknis maupun mental.
Lebih dari itu, ekosistem pembelajaran yang kolaboratif di FH UPH turut menjadi fondasi penting dalam mendukung pencapaian ini.
“Pencapaian ini bukan hanya lahir dari kemampuan argumentasi kami, tetapi juga merupakan hasil dari riset hukum yang mendalam, latihan yang konsisten, dan strategi persidangan yang dirancang dengan cermat,” jelas Anjarico.
Lebih dari Sekadar Gelar Juara
Bagi tim FH UPH, kemenangan di INTERNATION 2025 bukan sekadar soal medali atau sertifikat. Nilai sejatinya terletak pada proses: bagaimana teori hukum di kelas menjelma menjadi argumen yang hidup, bagaimana kepekaan sosial diuji melalui isu hak masyarakat adat, hingga bagaimana rasa percaya diri ditempa di panggung internasional.
Prestasi ini menegaskan komitmen FH UPH untuk terus membekali mahasiswa dengan fondasi hukum yang kokoh, kemampuan analisis kritis, argumentasi yang tajam, serta komunikasi publik yang relevan dan aplikatif. Didukung oleh UKM ILMCC serta kurikulum holistik yang mengintegrasikan pembelajaran akademik dengan pengalaman nyata, FH UPH konsisten melahirkan lulusan yang takut akan Tuhan, unggul, dan siap memberi dampak positif bagi masyarakat.
Selamat kepada tim FH UPH atas capaian luar biasa ini—bukan hanya membanggakan universitas, tetapi juga memperlihatkan bahwa mahasiswa hukum Indonesia mampu tampil di kancah global untuk menjawab tantangan zaman.