02/12/2025 Pencapaian
Transformasi digital di Indonesia terus melaju cepat, namun akses dan manfaatnya belum dirasakan merata. Meski akses internet rumah tangga telah mencapai 87,09% (Badan Pusat Statistik, 2023–2024), kesenjangan geografis dan rendahnya literasi digital—terutama di kelompok rentan, pelajar, hingga pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), masih menjadi tantangan besar. Berangkat dari persoalan tersebut, tiga mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Pelita Harapan (UPH) angkatan 2023 merancang proposal berjudul “Bridging Communities through Digital Empowerment: Pemetaan Kebutuhan dan Solusi Bisnis Berkelanjutan Berbasis Teknologi Informasi di Daerah Urban”.
Ketiganya, yaitu Damayana Angelina Tampubolon, Tio Rumondang Simbolon, dan Tuty Ameliani Sitanggang, berhasil menorehkan prestasi dengan memenangkan kompetisi Oxygrants 2025, sebuah ajang proposal dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Mora Telematika Indonesia Tbk melalui Oxygen.id. Atas pencapaian tersebut, tim UPH memperoleh dana hibah sebesar Rp50 juta untuk mengimplementasikan program yang mereka rancang.
Pendekatan Komprehensif Berbasis Masyarakat
Oxygrants 2025 mengusung tema “Connecting Communities with Sustainable Business”, mendorong mahasiswa merancang solusi teknologi yang kontekstual dan mampu berkelanjutan. Dalam kompetisi yang diikuti berbagai perguruan tinggi, proposal mahasiswa PGSD UPH menonjol karena pendekatan menyeluruh, berbasis data lapangan, dan dirancang agar dapat segera diimplementasikan dalam konteks masyarakat urban.
“Penerimaan dana hibah sebesar Rp50 juta merupakan amanah besar bagi tim kami. Kami bersyukur dipercaya, dan kami akan memastikan bahwa program ini benar-benar berdampak bagi masyarakat yang masih menghadapi kesenjangan digital. Dalam presentasi final, kami menekankan bahwa pemetaan kebutuhan digital bukan sekadar mengumpulkan data, tetapi menjadi dasar untuk merancang solusi yang relevan secara sosial dan ekonomi,” jelas Tuty.
Tuty juga menambahkan bahwa keunggulan utama proposal mereka terletak pada cara kerja yang komprehensif dan berfokus pada manusia. Tim menggunakan survei kuantitatif, Focus Group Discussion (FGD), wawancara, hingga observasi lapangan untuk memetakan kebutuhan digital masyarakat. Temuan tersebut kemudian dikembangkan menjadi prototipe solusi bisnis berkelanjutan berbasis teknologi informasi yang dapat diadopsi rumah tangga, sekolah, maupun Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Tangerang. Dengan pendekatan partisipatif, mereka juga mampu memastikan masyarakat terlibat langsung dalam proses identifikasi kebutuhan dan validasi solusi, sehingga setiap rekomendasi benar-benar berangkat dari konteks dan tantangan di lapangan.
Solusi yang Dibangun dari Kebutuhan Nyata
Damayana menjelaskan bahwa sejak awal, program ini dirancang melalui keterlibatan langsung dengan masyarakat, bukan sekadar bertumpu pada analisis data. Hal ini dilakukan untuk memastikan setiap solusi benar-benar menjawab persoalan yang dihadapi di lapangan.
Proses pemetaan kebutuhan digital dimulai melalui diskusi dengan sekolah, UMKM, tokoh masyarakat, dan perangkat daerah untuk menentukan prioritas utama di Kabupaten Tangerang. Dari hasil tersebut, tim mengembangkan prototipe solusi berbasis teknologi—mulai dari program literasi digital dasar, pendampingan penggunaan platform daring bagi UMKM, hingga model layanan digital yang dapat diterapkan rumah tangga dan lembaga pendidikan.
Di lapangan, mereka menghadapi tantangan seperti rendahnya kepercayaan diri masyarakat dalam menggunakan teknologi dan keterbatasan perangkat. Untuk mengatasinya, tim menerapkan pendekatan partisipatif, mengajak masyarakat terlibat langsung dalam survei, FGD, dan uji coba prototipe. Umpan balik yang terkumpul membantu mereka menyempurnakan solusi agar tetap relevan dan berkelanjutan.
Integrasi Teori dan Praktik yang Berbuah Dampak
Lebih lanjut, Tio menegaskan bahwa penyusunan proposal dan tahap awal implementasi memberi mereka pengalaman penting dalam menjembatani teori dan kebutuhan nyata di lapangan. Proses ini semakin kuat berkat pendampingan dosen pembimbing, Bertha Natalina Silitonga, S.T.P., M.Sc., yang membantu mereka mempertajam metodologi, analisis, dan relevansi solusi.
“Bekal pendidikan di UPH membuat kami mampu melihat masalah secara menyeluruh. Dengan bimbingan Bu Bertha, kami belajar merancang solusi yang benar-benar berpihak pada masyarakat. Karena itu, kami berharap karya ini tidak berhenti sebagai proposal, tetapi bisa memberi manfaat nyata—mulai dari meningkatnya literasi digital hingga akses layanan yang lebih merata. Dana hibah ini jadi langkah awal untuk mewujudkannya,” kata Tio.
Dengan dukungan dana hibah yang diterima, tim UPH kini memiliki ruang lebih luas untuk menyempurnakan prototipe, menguji implementasinya di lapangan secara lebih komprehensif, serta memperkuat kolaborasi dengan sekolah, komunitas lokal, dan pemangku kepentingan daerah. Meskipun program masih berada pada tahap pengembangan, tim optimis bahwa ketika prototipe diterapkan secara penuh, masyarakat akan merasakan dampak yang lebih konkret—baik dalam bentuk peningkatan keterampilan digital, efisiensi usaha kecil, maupun tumbuhnya kepercayaan diri dalam memanfaatkan teknologi untuk kebutuhan sehari-hari.
Sebagai dosen pendamping, Bertha menyampaikan kebanggaannya terhadap pencapaian mahasiswa bimbingannya. “Tentu keberhasilan mahasiswa tidak diukur hanya dari prestasi yang diraih dalam sebuah kompetisi. Namun, sejauh mana karya mereka mampu berdampak dan menjawab kebutuhan nyata,” ucap Bertha.
Keberhasilan ini bukan sekadar capaian akademik, tetapi bukti bahwa mahasiswa UPH mampu mengubah ilmu menjadi solusi yang relevan dan dibutuhkan. Inilah wujud komitmen UPH dalam membentuk generasi yang takut akan Tuhan, unggul, dan siap membawa dampak bagi masyarakat.