ELEFAITH 2023: Wujud Komitmen UPH Mencegah dan Menangani Kekerasan Seksual di Kampus Melalui Acara Charity Talk Show & Concert.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan bahwa Indonesia sedang menghadapi darurat kekerasan seksual. Dengan kasus yang meningkat pesat setiap tahun, kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan yang paling sering terjadi dibandingkan dengan jenis kekerasan lainnya. Pada tahun 2022, tercatat 11.682 kasus kekerasan seksual di Indonesia, meningkat 13,1 % dari tahun sebelumnya. Hal ini tentunya patut menjadi perhatian bagi setiap pihak, terutama institusi pendidikan, untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas academica.

Sebagai institusi pendidikan yang peduli akan hal ini, Universitas Pelita Harapan (UPH) turut berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran terkait kekerasan seksual. Untuk mencapai tujuan ini, UPH telah menyelenggarakan acara charity talkshow dan konser ELEFAITH (Elevating Faith) 2023 dengan tema: “METOO: Prevent Sexual Harassment: Motivate, Educate, Transform, Open, Overcome” yang berlangsung pada 13 Juli 2023, di UPH Kampus Lippo Village, Tangerang.

Mengusung tagline “Shatter the silence, stop the violence”, kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Student Life UPH, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UPH, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UPH, Ambassadors of UPH, serta unit fakultas dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

“Acara ini bertujuan untuk mengedukasi tentang cara mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampus. Selain itu, ELEFAITH juga menjadi wadah pembelajaran bagi mahasiswa untuk meningkatkan soft skill, jiwa kepemimpinan, menumbuhkan rasa kepekaan, dan kepedulian terhadap isu nasional. Saya berharap kita berkomitmen untuk turut aktif dan mau belajar mengenai isu kekerasan seksual agar dapat menjadi agen transformasi,” ajak Maria Natalia Satyarti Aryani, Psi., M.M., M.T., selaku Manager of Student Organizations and Student Activities Development and Alumni Relations UPH.

Dr. Yuni Priskila Ginting, S.H., M.H., selaku Ketua Satgas PPKS UPH, menyampaikan, “Acara ini merupakan langkah yang baik bagi kita sebagai warga kampus dan warga negara, untuk menciptakan suasana lingkungan yang aman dan nyaman dari kekerasan seksual”.

Sambutan juga disampaikan Nadya Roseline, Ketua Program Kerja ELEFAITH 2023 yang juga mahasiswi program studi (Prodi) Hukum UPH angkatan 2021. “Lingkungan pendidikan merupakan tempat yang paling sering terjadi kekerasan seksual. Untuk karena itu, penting bagi mahasiswa mempelajari tentang kekerasan seksual dan langkah-langkah preventif agar kita dapat berpartisipasi dalam mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus”.

Merespons kegiatan ini, Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E., M.Si., melalui pesan video menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es. Artinya, jumlah kasus yang terungkap dan dilaporkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kasus yang sebenarnya terjadi.

Ia menjelaskan, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Dikristek) Kemendikbudristek pada tahun 2020 melaporkan bahwa dari 79 kampus di 29 kota, sebanyak 89 persen perempuan dan 4 persen laki-laki menjadi korban kekerasan seksual. Selain itu, sebanyak 77 persen dosen menyatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus, tetapi 63 persen korban tidak melaporkan kasus yang dialaminya kepada pihak kampus. Korban yang tidak melaporkan kasus kekerasan seksual itu disebabkan terjebak dalam berbagai hambatan seperti ancaman, stigma, hingga ketergantungan, baik secara sosial maupun ekonomi.

“Mudah-mudahan dengan adanya Satgas PPKS di UPH, korban berani melapor untuk menuntut keadilan dan tidak akan terjadi lagi kasus-kasus yang berulang. Kami juga berharap, Satgas PPKS UPH ini bisa terintegrasi dengan Kementerian PPPA dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” ucap Bintang.

Charity Talk Show

Acara Charity Talk Show ELEFAITH menghadirkan tiga narasumber, yakni Ratna Susianawati, S.H., M.H., selaku Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Frederika Alexis Cull selaku Miss Universe Indonesia 2019, dan Dian Indraswari, S.Psi., M.Si., selaku Direktur Eksekutif Yayasan Pulih.

Ratna mengungkapkan, sejak 9 Mei 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Terdapat sembilan jenis kekerasan seksual yang tertuang dalam UU tersebut, di antaranya pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain itu, Kementerian PPPA juga telah meluncurkan sistem SAPA 129 yang dapat diakses melalui hotline 021-129 atau WhatsApp 08111-129-129, yang aktif selama 24 jam. Sistem ini tidak hanya untuk korban, melainkan juga bagi masyarakat yang mengetahui, melihat, dan mendengar kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekitarnya.

“Tujuan akhir dari undang-undang ini adalah memenuhi kebutuhan korban kekerasan seksual. Kami ingin memberikan kemudahan bagi korban. Keberpihakan kepada korban adalah yang utama,” tegas Ratna.

Ratna menjelaskan bahwa, Kemendikbudristek juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Peraturan ini merupakan terobosan penting karena dapat menjadi pedoman bagi perguruan tinggi untuk menyusun kebijakan dan mengambil tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Salah satu tindak lanjut dari aturan tersebut adalah dibentuknya Satgas PPKS, yang hingga saat ini sudah terbentuk di 125 perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta.

Sementara itu, Dian Indraswari menjelaskan bahwa merujuk pada UU TPKS, kekerasan seksual dapat dikategorikan sebagai ‘kekerasan’ jika terjadi tanpa persetujuan di antara pihak yang terlibat. Namun, hal tersebut mendapatkan pengecualian bagi mereka yang dalam kondisi tidak mampu memberikan persetujuan, seperti mereka yang dikategorikan masih berusia anak menurut World Health Organization (WHO), yaitu di bawah usia 18 tahun; penyandang disabilitas; serta orang yang dalam pengaruh obat-obatan dan minuman keras.

“Adanya payung hukum ini mendukung kita untuk berani bersuara dan melapor. Sebagai korban atau penyintas, memang tidak mudah untuk mengungkapkan sesuatu yang mungkin dianggap aib bagi diri sendiri. Namun, dari pengalaman kami dalam mendampingi para korban secara psikologis, jika tidak ditangani dengan baik, dampaknya bisa berlangsung jangka panjang,” ujar Dian.

Sebagai seorang publik figur, Frederika Alexis Cull juga berbagi pengalamannya dalam menghadapi kekerasan seksual. Salah satu pengalaman yang pernah ia alami adalah pelecehan seksual di ruang publik atau catcalling. Menurut Frederika, langkah yang perlu dilakukan untuk menghadapi kekerasan seksual ialah dengan berani bersuara.

“Jika kita mengabaikan, maka tidak akan ada perubahan. Speak out your opinion on sexual harassment dan jadilah contoh yang baik untuk publik,” tutur Frederika.

Selain Talk Show, acara penggalangan dana ini juga menampilkan konser dan tarian dari sejumlah UKM UPH, yakni Spirit Dance Company (SDC) UPH, Lighthouse Singers UPH (LHU), Nusantara Dance Company (NDC) UPH, dan Cheesticks yang merupakan grup band dari mahasiswa Fakultas Ilmu Seni atau Conservatory of Music (CoM) UPH. Dana yang terkumpul dari biaya pendaftaran acara Charity Talk Show & Concert akan didonasikan kepada Yayasan Pulih untuk membantu program pemulihan korban kekerasan seksual.

Acara ini menjadi wujud nyata bahwa mahasiswa UPH tidak hanya mendapatkan pendidikan dalam bidang akademik, namun juga dipersiapkan untuk menjadi pemimpin yang membawa perubahan serta menjadi berkat bagi bangsa dan sesama.

Tentang Tim Satgas PPKS UPH

Dibentuk sejak 22 Desember 2022, Tim Satgas PPKS UPH berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Tim Satgas PPKS UPH terdiri dari empat divisi yang memiliki tugas pokok masing-masing. Pertama, Divisi Badan Pengurus Harian yang bertugas memantau keseluruhan kinerja tim Satgas PPKS UPH; memberikan pembekalan untuk tim Satgas; dan membantu Rektor untuk menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Kedua, Divisi Survei dan Data yang bertugas melakukan survei kekerasan seksual paling sedikit satu kali dalam 6 bulan pada perguruan tinggi; menyampaikan hasil survei tersebut kepada pimpinan perguruan tinggi; dan menyampaikan laporan kegiatan PPKS kepada pimpinan perguruan tinggi paling sedikit satu kali dalam 6 bulan.

Selanjutnya yang ketiga, Divisi Pencegahan bertugas memperkuat komunitas melalui berbagai kegiatan seminar, training, dan konsep lainnya; melakukan sosialisasi dan memberikan pembekalan mengenai kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi warga kampus; dan membuat modul pembekalan. Keempat, Divisi Pelaporan dan Penanganan yang bertugas membuat alur pelaporan; menindaklanjuti laporan; melakukan koordinasi dengan unit yang menangani layanan disabilitas apabila laporan menyangkut korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dengan disabilitas; serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian perlindungan kepada korban dan saksi.